Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usai Dituding Rasialis, China Akan Tingkatkan Perawatan Orang Afrika

Kompas.com - 13/04/2020, 11:29 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Usai mendapat sorotan tajam terkait tindakan rasialisme terhadap warga Afrika, China langsung menyatakan akan meningkatkan perawatan orang Afrika di Guangzhou selatan.

Pernyataan itu dikeluarkan pada Minggu (12/4/2020), menyusul tuduhan diskriminasi yang terkait dengan pandemi virus corona. China membantah semua tudingan tentang "rasialis dan diskriminatif".

Para warga Afrika di pusat industri yang berpenduduk 15 juta jiwa itu mengatakan, mereka telah menjadi sasaran kecurigaan.

Dalam pengakuannya mereka diusir paksa, dikarantina sewenang-wenang, dan dites virus corona tanpa diberitahu hasilnya. Itu terjadi saat Beijing berusaha menekan kasus impor Covid-19.

Baca juga: China Waspada Kasus Impor Covid-19, Orang Afrika Jadi Sasaran Rasialisme

Uni Afrika menyatakan sangat prihatin tentang situasi pada Sabtu, dan menyerukan Beijing untuk segera mengambil tindakan korektif.

Sementara itu Amerika Serikat (AS) mengecam apa yang disebutnya "xenophobia terhadap orang Afrika oleh otoritas China."

Sekelompok kasus baru virus corona belakangan ini dikaitkan dengan komunitas Nigeria di Guangzhou. Hal ini diduga memicu diskriminasi oleh penduduk setempat dan pejabat dalam upaya mencegah penyebaran virus corona.

Baca juga: Gelar Rapid Test Covid-19 Ilegal, Warga China di Peru Ditangkap

Beberapa orang Afrika mengatakan pada jurnalis AFP, bahwa mereka diusir secara paksa dari rumah dan diusir dari hotel.

"Pemerintah China telah mementingkan kehidupan dan kesehatan warga negara asing di China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian, dalam sebuah pernyataan.

"Otoritas (provinsi) Guangdong sangat mementingkan keprihatinan beberapa bangsa Afrika dan bekerja segera untuk meningkatkan metode kerjanya," tambahnya.

Baca juga: China Minta Jerman Puji Penanganan Virus Corona Mereka

Di antara langkah-langkah yang diumumkan Zhao adalah layanan manajemen kesehatan non-diksriminatif, dan hotel-hotel untuk orang asing yang diharuskan menjalani pengamatan medis.

Hotel-hotel ini akan ditawarkan dengan potongan harga untuk mereka yang membutuhkan.

Dia juga mengatakan para pejabat di Guangdong menampik "semua pernyataan rasialis dan diskriminatif".

Baca juga: Turis Asing di China Jangan Nekat Langgar Aturan Karantina, Hukumannya Dilarang Masuk China Hingga 10 Tahun

Laporan pertama tentang peningkatan diskriminasi muncul setelah pihak berwenang setempat mengatakan, setidaknya 8 orang yang didiagnosis mengidap penyakit ini telah berkunjung ke distrik kota Yuexiu yang dikenal sebagai "Little Africa".

Sebanyak lima di antaranya adalah warga Nigeria, yang mendapat banyak kecaman setelah muncul laporan bahwa mereka melanggar karantina dengan pergi ke restoran dan tempat-tempat umum lainnya.

China telah melakukan investasi besar-besaran di Afrika selama 20 tahun terakhir, dan mempertahankan hubungan positif dengan sebagian besar negara di sana.

Baca juga: 20.577 Orang Meninggal Dunia Akibat Corona, Jumlah Kematian di AS Lampaui Italia dan China

"Persahabatan China-Afrika tidak bisa dipecahkan karena sudah mengakar kuat di negeri ini," kata Zhao.

Negeri "Tirai Bambu" sebagian besar telah berhasil menangani virus corona, namun tetap waspada atas ancaman kasus impor.

Kasus tersebut datang dari warga luar negeri yang bisa menyebabkan gelombang kedua virus corona.

Baca juga: Saat Warga China Mengalami Diskriminasi Akibat Virus Corona, Warga Asing di China Mendapat Perlakuan Serupa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com