Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry menolak klaim bahwa negaranya menutup satu-satunya perbatasan dengan Gaza yang tidak dikendalikan Israel.
“Sejauh yang kami ketahui, penyeberangan Rafah di sisi kami secara resmi dibuka,” kata Shoukry kepada BBC, Selasa (17/10/2023).
Dia menambahkan, truk-truk bantuan sedang menunggu jaminan kondisi aman setelah penyeberangan tersebut mengalami empat serangan udara yang membuatnya tak dapat diakses.
Dalam wawancara terpisah dengan CNN, Shoukry menyebutkan bahwa salah satu serangan terjadi saat Mesir berusaha memperbaiki kerusakan dan empat pekerjanya terluka.
Gaza hampir kehabisan listrik, makanan, air, dan bahan bakar setelah 12 hari pengepungan dan serangan udara oleh Israel sebagai balasan atas gempuran Hamas pada 7 Oktober 2023.
Sedikitnya 1.400 orang tewas di Israel yang sebagian besar adalah warga sipil, sedangkan sekitar 3.000 orang terenggut nyawanya di Gaza.
Petugas tanggap darurat mengungkapkan, operasi penyelamatan hampir mustahil dilakukan dan kamar mayat sudah kehabisan ruang.
Di penyeberangan Rafah sisi Mesir, semakin banyak truk yang mengantre pada Rabu. Pekerja bantuan belum tahu kapan mereka akan diizinkan lewat.
Gaza--wilayah pesisir kecil yang dihuni 2,4 juta orang--berada di bawah blokade gabungan Mesir-Israel sejak 2007.
Mesir juga mendapat tekanan untuk menerima pengungsi Gaza ke wilayahnya. Kairo menolaknya karena dianggap sebagai perpindahan paksa warga Palestina.
“Mesir tidak akan mengalihkan tanggung jawab Israel. Ini tanggung jawab Israel sebagai yang menduduki, mereka harus menjamin keselamatan warga sipil,” ujar Shoukry, dikutip dari kantor berita AFP.
https://www.kompas.com/global/read/2023/10/18/183600770/bantuan-untuk-gaza-terjebak-di-mesir-kairo-salahkan-israel