Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Maroko Bukan Ayam Sembelih

Dengan demikian, untuk kali awal dalam sejarah persepakbolaan, baru kali ini ada wakil dari negara Arab dan Afrika, yang menyentuh level tersebut.

Ini bukan sekadar peruntungan atau keajaiban belaka, karena tim ini sukses menggilas Spanyol yang pernah juara dunia dan Portugis yang surplus nama-nama besar.

Semua ini bermula dari kejeniusan Walid Redragui, arsitek tim sepak bola Maroko, yang berhasil meramu racikan yang bernama tim solid Maroko.

Begitu Walid mengambil alih kepemimpinan tim, ia langsung memanggil 14 putra-putra terbaik Maroko yang merumput di berbagai belahan dunia.

Walid diprotes dan dicerca karena dianggap mengabaikan potensi dalam negeri. Ia tidak peduli. Keyakinannya telah membatu.

Keputusan Walid sangat benar. Betapa tidak, orang-orang yang bepergian ke negara lain, pastilah memiliki mental petarung. Mereka adalah orang-orang pilihan yang tahan banting, surplus dengan kalkulasi dan dipadati keinginan untuk menaklukkan.

Mereka memiliki daya juang dalam hidup yang sangat luar biasa. Tidak gampang menyerah, apalagi ditaklukkan.

Mereka bukan orang yang bermental inferiority complex, tetapi bermental superiority. Ingin membuktikan diri sebagai ayam petarung, bukan ayam sembelihan.

Mental tersebut dilengkapi daya dorong imajinasi untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan besar. Begitulah orang-orang asing yang tinggal di luar negeri.

David McLelland, seorang ahli psikologi menyatakan, kemajuan seseorang ditentukan oleh N-ach (need for achievement), kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang dimilikinya. Makin tinggi N-ach seseorang, makin tinggi pula tingkat pencapaiannya.

Orang-orang yang tinggal di negara-negara asing memiliki N-ach tinggi karena mereka memiliki imajinasi dan daya juang tinggi.

Di sinilah kejelian seorang Walid, memanggil putra-putra terbaik Maroko, yang tersebar merumput di berbagai belahan dunia.

Mereka terserak, tapi ingin membuktikan bahwa mereka mencintai negerinya. Mereka ingin jadi pahlawan buat negerinya.

Kondisi batin seperti inilah yang dipahami dan diyakini oleh Walid. Menyatukan butir-butir mutiara yang terserak itu, menjadi sebuah untaian kalung yang indah dan mahal: tim sepak bola Maroko yang disegani dan dikagumi di Piala Dunia 2022. Sebuah tim yang beranggotakan orang-orang pantang menyerah dan ingin berbakti.

Maka, tatkala panggilan itu datang untuk negeri, mereka serentak menyatukan diri demi tanah air. Mereka langsung mewakafkan diri secara total untuk negeri mereka.

Tidak ada lagi perhitungan untung dan rugi. Yang ada, hanyalah tekad untuk berbakti dan meningkatkan harga diri bangsanya melalui kaki-kaki mereka.

Melawan hingga ahir

Pertandingan semi-final yang memperhadapkan Maroko dengan Perancis, adalah pertandingan tentang daya juang anak-anak Maroko melawan sebah hegemoni sepak bola, status sosial ekonomi dan politik; Perancis.

Anak-anak asuh Walid melawan hingga ahir. Tidak pasrah, apalagi canggung.

Saya teringat sejarah tentang penaklukan Perancis terhadap Maroko pada 1905. Kolonialisme Perancis tersebut melahirkan perjanjian yang disebut Entente Cordiale antara Perancis dan Inggris.

Dalam perjanjian tersebut, disepakati bahwa Inggris mengontrol Mesir, sementara Perancis mengontrol Aljazair dan Maroko.

Bulan April 1911, Perancis menyerang besar-besaran Kota Fez di Moroko yang menimbulkan perlawanan besar-besaran juga, lalu memunculkan krisis Algadir.

Ketika itu, serangan besar-besaran Perancis dibalas dengan pengerahan tentara dan kapal perang Jerman yang bernama Panther ke Kota Algadir sebagai protes atas perilaku Perancis.

Kondisi tersebut melahirkan Traktat Fez yang ditandatangani pada 30 Maret 1912, berisikan penyerahan kedaulatan Moroko kepada Perancis.

Saat itu, yang mewakili Maroko adalah Sultan Abdelhafid. Keputusan Sultan ini diprotes oleh rakyat Maroko karena dianggap sebagai penghianatan pada bangsa Maroko yang memiliki kedaulatan dan harga diri.

Sejak itu, Moroko melakukan perlawanan terus menerus terhadap penjajahnya, hingga negeri ini merdeka pada 2 Maret 1956.

Seratus sepuluh tahun setelah Perajanjian Fez, pertandingan sepak bola antara Perancis dan Maroko pada 15 Desember 2022 dini hari, berlangsung seru.

Pertemuan Perancis dan maroko di lapangan sepak bola, sungguh-sungguh bukan perjanjian Fez yang menyerahkan kedaulataan para pemain sepak bola Maroko kepada para pemain Perancis.

Pertandingan tersebut adalah pertandingan tentang talenta dan daya juang untuk tidak pasrah, sebagaimana kepasrahan Sultan Abdelhafid ke Perancis pada 1912.

Anak-anak Maroko tidak mau menyerahkan harga dirinya begitu saja. Mereka berjuang hingga ahir. Mereka bukan penghianat.

Tatkala Perancis sudah memasukkan dua gol ke gawang Maroko, para pendukung Maroko menangis sejadi-jadinya.

Nampak di layar kaca televisi, seorang bocah laki-laki menutup wajahnya dengan linangan airmata yang deras.

Di belakangnya, seorang ibu tua juga melakukan hal yang sama. Mereka tidak sekadar bersedih atas kekalahan itu, tetapi terharu atas daya juang putra-putra terbaik Maroko.

Dua orang dari generasi yang berbeda itu, disatukan dalam suasana batin yang sama, mengagumi kepahlawanan anak-anak muda, para pemain sepak bola Maroko.

Mereka boleh kalah, tetapi tidak menyerah. Pantang ditaklukkan. Dalam pertandingan olahraga memang pasti selalu ada pihak yang kalah dan menang.

Tetapi tidak boleh ada yang ditaklukkan. Maroko tidak ditaklukkan. Tim sepak bola Maroko bukan ayam sembelihan oleh bekas penjajahnya.

Begitu peluit panjang berbunyi sebagai tanda berahirnya pertarungan, hadirin yang menyaksikan jalannya pertandingan berdiri memberi hormat kepada para pemain Maroko.

Para pemain Maroko, dengan kepala tegak, dipimpin oleh sang maestro, Walid Redragui, masuk lapangan membalas penghormatan hadirin dengan senyum simpul. Tak ada raut muka yang menyesali kekalahan.

Tak ada ronah kesedihan. Yang muncul adalah kebanggan diri, bertarung hingga ahir. Dan bukankah ini semua yang kita sebut sebagai sikap heroik dan kesatria?

https://www.kompas.com/global/read/2022/12/15/085645570/maroko-bukan-ayam-sembelih

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke