Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

"Authorship" dan Plagiarisme Karya Ilmiah

Kompas.com - 18/04/2024, 11:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut dia, berdasarkan pengecekan Turnitin, ditemukan kesamaan sebanyak 96 sampai 97 persen dalam tiga publikasi artikel yang bersangkutan.

Pada tiga artikel tersebut, dua artikel memiliki kesamaan (similarity) dengan sumber lain di internet sebanyak 97 persen, dan pada satu artikel lainnya memiliki kesamaan (similarity) dengan sumber lain di internet sebanyak 96 persen.

Jika telusuran ini benar, maka pelanggaran etika plagiarisme ini sangat jelas dan tak bisa ditoleransi.

Pelanggaran etika demikian termasuk pelanggaran berat, yang oleh Broad dan Wade (1982) dinyatakan sebagai tindakan “pengkhianatan terhadap kebenaran” (the betrayers of the truth), dan mereka yang melakukannya oleh Kohn (1986) disebut sebagai “nabi-nabi palsu” (false prophets).

Sanksi

Dalam perspektif hukum positif-formal, pelanggaran etika akademik authorship belum dirumuskan secara spesifik bentuk sanksinya.

Bagaimanapun, pencantuman atau pencatutan nama seseorang/beberapa orang sebagai penulis untuk alasan “joint authorship” yang dalam dunia akademik merupakan parameter penentuan Pencipta dan Karya Hak Cipta (Solagratiaoutri et.al., 2003) memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak positif, karena pencantuman atau pencatutan yang bersangkutan sebagai seorang “penulis” berimplikasi pada kepemilikan atas hak eksklusif sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, serta berhak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat akademik atas karya ilmiah yang ditulisnya.

Dampak negatif, jika kemudian terbukti bahwa Jurnal Ilmiah yang mempublikasikan artikel yang ditulisnya merupakan Jurnal Predator atau Jurnal Abal-abal.

Bagaimanapun, pencantuman atau pencatutan yang bersangkutan sebagai seorang “penulis” dalam publikasi ilmiah berimplikasi pada tuntutan akan tanggung jawab moral, etis, dan juga akademis.

Dalam kasus ini, reputasi dan integritas akademik yang bersangkutan secara personal maupun instutusional yang menjadi afiliasinya menjadi taruhannya.

Berbeda dengan authorship, sanksi atas pelanggaran etika akademik jenis plagiarisme diatur secara jelas dan spesifik di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sanksi akademik dan pidana.

Sanksi akademik berupa teguran hingga pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan (Permendiknas no. 17/2010); pencabutan gelar akademik/profesi/vokasi yang telah diperoleh (Permendikbudristek no. 6/2022).

Sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (UU No. 20/2003).

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010, memosisikan Indonesia sebagai negara pelanggar hak atas kekayaan intelektual (HKI) terburuk di Asia, dengan skor 8,5 dari skor maksimum 10.

Pelanggar HKI di bawah Indonesia ada Vietnam (8,4), China (7,9), Filipina (6,8), India (6,5), Thailand (6,1) dan Malaysia (5.8) (Panjaitan, 2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com