Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Authorship" dan Plagiarisme Karya Ilmiah

Jika hal ini benar, maka dunia dan komunitas PT, khususnya komunitas Profesor kembali tercoreng, gara-gara setitik nila, rusak susu sebelanga, kata pepatah.

Seperti diberitakan, sang Dekan dan Profesor tersebut ditengarai mencatut salah seorang dosen dari sebuah universitas di negeri Jiran Malaysia dalam 1 (satu) artikel ilmiahnya dari 30 artikel ilmiah yang juga diklaim ditulis bersama para dosen (24 orang) dari universitas yang sama dengan sang Guru Besar.

Sebanyak 30 artikel ilmiah tersebut diterbitkan hanya dalam satu Jurnal Internasional, yakni Journal of Social Science (JSS) volume 3, nomor 3, 2024 yang diklaim terindeks di basis data EBSCO, Google Scholar, Garuda, Dimensions, dan Crossref.

Tengara tersebut muncul setelah sejumlah dosen dari universitas yang dicatut namanya menyampaikannya dalam sebuah publikasi di RetractionWatch (10/04/2024).

Sebuah situs online yang secara spesifik didedikasikan bagi siapapun (orang atau institusi) yang ingin mengadukan terjadinya pelanggaran ilmiah (scientific misconduct) dan proses koreksi-diri (self-correction).

Termasuk pengaduan oleh seseorang/institusi terkait dengan pencabutan (retraction) nama/institusi tertentu yang dicatut secara tidak layak atau tanpa sepengetahuan yang bersangkutan dalam penerbitan ilmiah.

Peristiwa ini seakan mengulang kembali geger yang pernah terjadi di awal tahun 2023 dengan maraknya pemberitaan hasil investigasi harian Kompas (10/02/2023), terkait “dugaan” adanya modus keterlibatan dosen senior, calon Gubes di sejumlah kampus PTN dan PTS dalam praktik perjokian karya ilmiah.

Dari berbagai berita yang beredar, sang Guru Besar setidaknya telah melanggar 2 (dua) etika akademik dalam penulisan karya ilmiah, yaitu authorship (kepenulisan) dan plagiarisme.

Authorship

Menurut International Committee of Medical Journal Editors (ICMJE, 2022), authorship berkaitan dengan siapapun (seseorang atau beberapa orang) yang terlibat, berkontribusi, dan bertanggung jawab dalam menulis artikel ilmiah dari manuskrip hingga publikasinya.

Authorship juga berkaitan dengan kepemilikan hak atas implikasi akademik, sosial, dan finansial dari publikasi artikel tersebut.

Ada lima kriteria authorship menurut ICMJE. Pertama, kontributor substansial pada manuskrip/artikel yang ditulis, baik dalam bentuk konsep, desain, perolehan, analisis, atau interpretasi data (substantial contributions).

Kedua, penyusun atau pembuat draf atau revisi kritis terkait dengan konten intelektual penting dari manuskrip/artikel yang ditulis (drafting).

Ketiga, pemberi persetujuan akhir atas versi manuskrip/artikel yang akan diterbitkan (final approval).

Keempat, pemberi persetujuan atau kesepakatan atas bagian-bagian tertentu atau keseluruhan aspek dari manuskrip/artikel yang diterbitkan. Seperti yang terkait dengan akurasi atau integritas ilmiah karya yang dipublikasikan (agreement).

Kelima, penghubung atau komunikator dengan jurnal selama pengiriman naskah, peer-review, dan proses publikasi. Termasuk memberikan respons atas komentar, pertanyaan atau kritik editorial secara tepat waktu dari pihak jurnal (corresponding).

Setiap orang yang terlibat, berkontribusi, dan bertanggung jawab serta memenuhi kelima kriteria tersebut haruslah dinyatakan sebagai penulis.

Mereka yang hanya berkontribusi atau memberikan dukungan bagi tersedianya data dan simpulan akhir penelitian, seperti pengumpul, pengolah, penganalisis data, pengedit manuskrip, tidak termasuk dalam kriteria sebagai penulis. Sekalipun demikian, mereka tetap harus mendapatkan pengakuan dan penghargaan secara layak.

Atas dasar kriteria tersebut, pelanggaran etika akademik “authorship” dari sang Profesor, karena yang bersangkutan mencantumkan (mencatut) nama penulis lain secara tidak layak atau tanpa sepengetahuan yang bersangkutan pada artikel ilmiah yang dipublikasikan.

Yang pasti, nama penulis yang dicatut sama sekali tidak terlibat, tidak berkontribusi, dan tidak bisa dimintai tanggung jawab atas originalitas dan validitas artikel ilmiah yang dipublikasikan.

Aspek authorship ini sebenarnya juga sudah ditegaskan di dalam jurnal sebagai salah satu acuan yang mengacu pada COPE Guidelines (2003).

Di dalam guidelines tersebut, secara jelas memuat kelima kriteria authorship, dan apa yang seharusnya penulis lakukan jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip authorship.

Secara akademik, hal ini seharusnya diacu dan dipedomani oleh setiap penulis yang akan menerbitkan artikelnya di jurnal JSS.

Sangat disayangkan, pihak penerbit jurnal hingga saat ini belum mencabut artikel yang jelas-jelas mencantumkan penulis yang sebenarnya tidak masuk dalam kategori sebagai penulis. Walaupun yang bersangkutan sudah mengajukan keberatan dan pencabutan nama dirinya dari artikel yang telah dipublikasikan.

Padahal, di dalam COPE Retraction Guidelines yang juga diacu oleh Penerbit jurnal secara jelas menyatakan bahwa pencabutan suatu artikel bisa dan harus dilakukan jika seseorang (salah seorang penulis) menyatakan keberatan dan meminta artikel/namanya untuk dicabut disertai alasan yang logis.

Plagiarisme

Plagiarisme adalah perbuatan secara sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai (Permendiknas 17/2010).

Plagiarisme merupakan pelanggaran etika akademik terkait hak cipta intelektual seseorang/kelompok.

Akademi Sains Nasional (ASN) bekerja sama dengan Akademi Engineering Nasional Pendidikan Tinggi Kesehatan (NAEIM), mengklasifikasikan persoalan etika akademik atau ketaksenonohan (misconduct) menjadi dua jenis, yaitu kealpaan ilmiah (scientific negligence), dan ketidak jujuran yang disengaja (deliberate dishonesty).

Plagiarisme termasuk pada jenis deliberate dishonesty. Ketidaksenonohan lain dalam kategori ini adalah tindakan merekayasa atau memodifikasi data (forgery and fabrication) secara cerdik untuk tujuan popularitas atau lainnya; memalsukan atau mengubah temuan (falsification, fraud, invent, massage, fudge); mengambil secara utuh karya orang lain (piracy); kebohongan (hoaxes); kesalahan nyata (honest errors); kedengkian (malicious); melebih-lebihkan sehingga tidak proporsional lagi dan menyimpang (trimming); melaporkan temuan dari hasil instrument yang dianggap memuaskan saja agar dianggap sesuai dengan acuan yang ada, padahal instrumen yang digunakan banyak (cooking) (Suparto & Farisi, 2007).

Hasil telusuran Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa (tempo.co, 15/04/2024) dalam publikasi sang Profesor ada indikasi praktik plagiarism berat.

Menurut dia, berdasarkan pengecekan Turnitin, ditemukan kesamaan sebanyak 96 sampai 97 persen dalam tiga publikasi artikel yang bersangkutan.

Pada tiga artikel tersebut, dua artikel memiliki kesamaan (similarity) dengan sumber lain di internet sebanyak 97 persen, dan pada satu artikel lainnya memiliki kesamaan (similarity) dengan sumber lain di internet sebanyak 96 persen.

Jika telusuran ini benar, maka pelanggaran etika plagiarisme ini sangat jelas dan tak bisa ditoleransi.

Pelanggaran etika demikian termasuk pelanggaran berat, yang oleh Broad dan Wade (1982) dinyatakan sebagai tindakan “pengkhianatan terhadap kebenaran” (the betrayers of the truth), dan mereka yang melakukannya oleh Kohn (1986) disebut sebagai “nabi-nabi palsu” (false prophets).

Sanksi

Dalam perspektif hukum positif-formal, pelanggaran etika akademik authorship belum dirumuskan secara spesifik bentuk sanksinya.

Bagaimanapun, pencantuman atau pencatutan nama seseorang/beberapa orang sebagai penulis untuk alasan “joint authorship” yang dalam dunia akademik merupakan parameter penentuan Pencipta dan Karya Hak Cipta (Solagratiaoutri et.al., 2003) memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak positif, karena pencantuman atau pencatutan yang bersangkutan sebagai seorang “penulis” berimplikasi pada kepemilikan atas hak eksklusif sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, serta berhak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat akademik atas karya ilmiah yang ditulisnya.

Dampak negatif, jika kemudian terbukti bahwa Jurnal Ilmiah yang mempublikasikan artikel yang ditulisnya merupakan Jurnal Predator atau Jurnal Abal-abal.

Bagaimanapun, pencantuman atau pencatutan yang bersangkutan sebagai seorang “penulis” dalam publikasi ilmiah berimplikasi pada tuntutan akan tanggung jawab moral, etis, dan juga akademis.

Dalam kasus ini, reputasi dan integritas akademik yang bersangkutan secara personal maupun instutusional yang menjadi afiliasinya menjadi taruhannya.

Berbeda dengan authorship, sanksi atas pelanggaran etika akademik jenis plagiarisme diatur secara jelas dan spesifik di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sanksi akademik dan pidana.

Sanksi akademik berupa teguran hingga pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan (Permendiknas no. 17/2010); pencabutan gelar akademik/profesi/vokasi yang telah diperoleh (Permendikbudristek no. 6/2022).

Sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (UU No. 20/2003).

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010, memosisikan Indonesia sebagai negara pelanggar hak atas kekayaan intelektual (HKI) terburuk di Asia, dengan skor 8,5 dari skor maksimum 10.

Pelanggar HKI di bawah Indonesia ada Vietnam (8,4), China (7,9), Filipina (6,8), India (6,5), Thailand (6,1) dan Malaysia (5.8) (Panjaitan, 2017).

https://www.kompas.com/edu/read/2024/04/18/111957671/authorship-dan-plagiarisme-karya-ilmiah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke