Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alfian Bahri
Guru Bahasa Indonesia

Aktivis Pendidikan, Penulis Lintas Media, dan Konten Kreator Pendidikan

Siswa Belum Bisa Calistung: Dilematis Guru dan Sekolah

Kompas.com - 18/08/2023, 13:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sehingga setiap kali ada persoalan pendidikan terutama pencapaian belajar siswa, selalu guru, guru, guru, dan guru yang disasar evaluasi. Itukan kekeliruan mengakar yang terwariskan.

Salah satu contoh kasus, mungkin ini banyak terjadi di sekolah Indonesia. Kondisi perpustakaan, koleksi bacaan, kultur literasi, dan akses diskusi di suatu sekolah begitu minim, bahkan nyaris penuh akal-mengakali.

Tidak jarang juga, perpustakaan justru menjadi ruang paling akhir yang menjadi pertimbangan nilai setelah kamar mandi.

Setelah diasesmen nasional, angka literasi sekolah tersebut begitu rendah. Dalam banyak kasus, justru yang diinstruksikan ikut pelatihan literasi adalah para guru. Di mana logika berpikirnya?

Contoh lainnya, pada pendidikan digital. Saat semua wacana mengatakan pendidikan digital itu penting, akses informasi itu penting, sikap kritis itu penting, ternyata didapati di sekolah tersebut jaringan internet saja terbatas, siswa juga dilarang membawa seluler, sekalipun siswa membawa seluler saat dibuat pembelajaran malah terkendala kuota, sekolah tidak memberi wifi gratis.

Dan dengan polosnya saat ada pelatihan pendidikan digital, lagi dan lagi cuma gurunya yang dibebankan agar belajar menyesuakan perkembangan zaman.

Dari sini nampak begitu jelas bahwa pendidikan Indonesia masih terlalu sempit memandang peran, proses, dan evaluasi pendidikan. Guru dan siswa apapun alasannya, tetap merupakan subjek yang butuh support system sosial, psikologi, dan ekonomi.

Asesmen formatif dan refleksi

Seperti yang saya katakan di awal, hanya asesmen formatif dan refleksi relevan—yang bisa kita optimalkan dalam menyikapi hasil pencapaian peserta didik.

Terkadang, kita perlu mencoba mengkritik kinerja diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mencoba menyalahkan unit-unit di luar diri kita.

Sebagai satu kesatuan sistem yang utuh, terkait, dan saling memengaruhi, subjek-subjek pendidikan sudah sepantasnya setiap kali ada persoalan dan masalah wajib mengedepankan fungsi dan peran pribadinya masing-masing.

Kita siapa? Peran kita apa? Seharusnya kita bagaimana? Dan kita sudah melakukan apa?

Refleksi-refleksi semacam itu perlu ditanamkan pada diri kita sebagai subjek-subjek hidup sebuah sistem.

Bila memang ada kesalahan pada tataran sistem, aturan, dan kebijakan, sudah suatu keharusan subjek itu sendiri yang melampauinya, membenarkannya, menertibkannya, dan mengoptimalisasikannya. Karena memang subjek hiduplah yang memunyai hak sekaligus kewajiban sepenuhnya atas semua itu.

Pada kasus siswa SMP belum lancar membaca, kurang tepat bila hanya guru yang dikambinghitamkan. Perlu evaluasi dan kontrol bersama, mengapa hal itu sampai terjadi.

Lebih tidak tepat juga bila langsung justifikasi sepihak pada si siswa. Semua perlu didudukkan bersama.

Siswa yang kedapatan belum bisa calistung, wajib mendapat perhatian dan pendampingan yang lebih intens sedini mungkin. Konsep adil tidak harus sama, perlu diterapkan pada persoalan-persoalan semacam ini.

Bagaimanapun, calistung adalah fundamental dasar dalam pengajaran di sekolah. Sangat tidak rasional memakai dalil belas kasih, sedangkan harga fundamental pembelajaran tergadaikan, tersisihkan, dan terabaikan.

Kita kasihan pada siswa hari ini, justru pada masa depan siswa tersebut jauh lebih terlihat kasihan.

Oritentasi citra juga perlu diminimalisasi. Apakah sekolah sebatas kalkulasi untung rugi? Bukankah sekolah dan pendidikan adalah upaya kemanusiaan dalam merawat peradaban manusia?

Ini sebagai renungan kita bersama. Sudah sejauh mana kita telah jujur dan bertanggung jawab dalam peran dan pekerjaan yang sudah kita pilih dan jalani?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com