Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Jenderal AH Nasution, Lolos G-30-S Kehilangan Anak Tercinta

Kompas.com - 30/09/2022, 06:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kalau melintasi Kantor Walikota Jakarta Selatan, pasti melewati satu monumen dan makam mungil. Tulisannya, "Anak saya yang tercinta, engkau telah mendahului gugur sebagai perisai ayahmu".

Terasa pilu, tetapi kalimat inilah yang tertulis di pusara Ade Irma Suryani, anak Jenderal AH Nasution (Ahmad Haris Nasution) yang telah gugur di tangan Gerakan 30 September (G-30-S). 

Ade Irma satu-satunya korban paling muda di tragedi G-30-S. Ade bukan sasaran tembak, melainkan korban salah tembak. Seharusnya, malam itu ayahnya lah yang harus ditembak.

Baca juga: Deretan Pahlawan Revolusi yang Gugur Saat Pemberontakan G30S PKI

Kala itu, keluarga AH Nasution masih terjaga di pukul 04.00 WIB.

Padahal, prediksi pasukan Cakrabirawa seharusnya seorang jenderal dan keluarganya telah terlelap saat menjelang subuh.

Istri Jenderal AH Nasution, Johanna Sunarti yang mengetahui kedatangan para pasukan tentu histeris dan mencoba menahan pintu dari gasakan anggota Cakrabirawa.

Selama upaya penyelamatan AH  Nasution, Johanna, adik Nasution, Ade Irma Suryani ikut menyelamatkan diri.

Saat itu, AH Nasution baru mengetahui Ade Irma tertembak. Sementara AH Nasution, berhasil melompat keluar rumah dan selamat.

Saat malam itu, AH Nasution tak cuma kehilangan satu jiwanya. Dua jiwanya hilang, karena pengawalnya yang dekat dengan putrinya, yakni Pierre Tendean ikut menjadi korban.

Baca juga: Apa Itu Tanam Paksa atau Cultuurstelsel? Sejarah dan Masa Berakhirnya

Pierre Tendean mengaku sebagai AH Nasution dan diculik serta dibunuh di lubang buaya bersama Pahlawan Revolusi lainnya.

Sementara Ade Irma Suryani dinyatakan meninggal pada 6 Oktober 1965, setelah ia dirawat selama lima hari di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.

Siapa AH Nasution?

Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), AH Nasution adalah jenderal yang dikenal sebagai sosok tegar, tak mau gegabah, dan tegas.

AH Nasution dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare, atau Pokok-Pokok Gerilya menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia.

AH Nasution lahir di ahir Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada 3 Desember 1918.

Baca juga: Sejarah Bendera Merah Putih, Dijahit 2 Kali dan Hampir Disita Belanda

Ia adalah anak kedua dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Hj. Zaharah Lubis.

Ayahnya adalah seorang pedagang tekstil, karet, kopi, dan merupakan anggota dari Sarekat Islam.

Maka dari itu, tidak heran jika Pak Nas, begitu biasa beliau dipanggil, tumbuh dalam keluarga yang sangat taat beragama Islam.

Sewaktu kecil, dia mengenyam pendidikan dasar di kampung halamannya di Hutapungkut.

Sang ayah sebenarnya ingin Nasution belajar di sekolah agama, sementara sang ibu ingin ia belajar kedokteran di Batavia (sekarang Jakarta).

Akan tetapi, kedua keinginan orangtuanya tidak tercapai, karena Nasution mendapat beasiswa untuk belajar mengajar di Sekolah Raja Bukittinggi (sekarang SMAN 2 Bukittinggi) pada 1932.

Menjadi guru dan prajurit

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1935, AH Nasution pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya.

Saat itu, AH Nasution memang memiliki keinginan untuk menjadi guru. Entah bagaimana, ia beralih minat ingin menjadi prajurit.

Sebetulnya, AH Nasution tetap menjadi guru setelah lulus pada 1937. Ia juga sempat mengajar di Bengkulu serta Palembang.

Jadi, dua mimpinya menjadi guru dan prajurit terkabul. Kiprah militernya, dimulai saat dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk memulai pelatihan.

Lalu pada bulan September 1940, Nasution dipromosikan menjadi kopral dan tiga bulan setelahnya menjadi sersan.

Ia juga sempat menjadi seorang perwira di Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) hingga pada 1942, ketika Jepang menduduki Indonesia, AH Nasution ditugaskan di Surabaya untuk menjaga pelabuhan di sana.

Kemudian, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, dia bergabung ke dalam militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Karirnya masih terus berlanjut. Satu tahun setelahnya pada 1946, AH Nasution diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi, yang bertugas menjaga keamanan di Jawa Barat.

Pada 1948, AH Nasution kembali naik pangkat menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Nasution, terlibat di berbagai pertempuran sengit. ketika Peristiwa Madiun terjadi pada September 1948, Madiun diambil alih oleh mantan Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan Musso dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tak ingin berkonflik, Jenderal Soedirman yang kala itu ikut terlibat meminta jalan damai. Ia pun mengirim Letnan Kolonel Soeharto untuk menegosiasikan kesepakatan bersama Amir dan Musso.

Setelah selesai, Soeharto melapor kepada Soedirman dan Nasution bahwa kondisi saat itu sudah terbilang aman.

Namun, Nasution masih merasa curiga, sementara saat itu Soedirman sedang sakit.

Jenderal AH Nasution berinisiatif mengambil tindakan keras dengan mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan di Madiun, Jawa Timur.

Pada akhirnya, tanggal 30 September, pasukan Divisi Siliwangi berhasil merebut kembali Madiun.

Ada Nasution di Agresi Militer Belanda II

Tak cuma peristiwa Madiun, peristiwa Agresi Militer Belanda II terdapat peran besar Nasution.

Tahukah kamu, cikal bakal Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat saat Agresi Militer Belanda II terjadi di Yogyakarta adalah ide Nasution.

Kala itu, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, dan Perdana Menteri Syahrir ditawan oleh Belanda.

Agar keadaan stabil, Nasution mengumumkan pembentukan Pemerintahan Militer Indonesia, yang menjadi cikal-bakal lahirnya

Nasution diberi posisi sebagai Komandan Angkatan Darat dan Teritorial Jawa selama pemerintahan sementara ini berlangsung.

AH Nasution jadi Ketua MPRS

Setelah Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, AH Nasution memerintahkan penangkapan 15 menteri yang dianggap sebagai loyalis Soekarno pada 18 Maret 1966.

Baca juga: Sejarah Lagu Indonesia Raya, Setiap Liriknya Mengandung Doa

Akibatnya, posisi ketua MPRS yang sebelumnya dipegang Chairul Saleh menjadi kosong. Sebab, pada saat itu ia ikut ditangap.

Dengan begitu, AH Nasution ditunjuk untuk menduduki posisi itu pada 1966-1972.

Saat Jenderal AH Nasution tutup usia

Jenderal AH Nasution wafat pada 6 September 2000 di Jakarta. Itu setelah dia menderita penyakit stroke dan koma.

Lalu, jasadnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan (Jaksel).

Hal itu dilakukan untuk mengenang jasa Jenderal AH Nasution sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com