Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Tanam Paksa atau Cultuurstelsel? Sejarah dan Masa Berakhirnya

Kompas.com - 31/08/2022, 06:00 WIB
Sandra Desi Caesaria

Penulis

KOMPAS.com - Tanam Paksa atau Cultuurstelsel yang merupakan ide Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch, pejabat Belanda pada tahun 1830 sangat membuat masyarakat Indonesia menderita.

Apa itu Tanam Paksa? Tanam Paksa atau cultuurstelsel adalah ide Van den Bosch yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao.

Sebelum memberikan ide Tanam Paksa ini, Van den Bosch terlebih dahulu sudah mempelajari tradisi di Indonesia.

Pada dasarnya Tanam Paksa atau cultuurstelsel ini ada gabungan dengan ide Raffles, penjajah dari Inggris mengenai Contingenteringen dan pajak tanahnya.

Cara kerja Tanam Paksa, lahan desa yang ditanami tebu, nila, kopi sebagai komoditi ekspor tidak akan dikenai pajak. Namun tanah desa yang digunakan petani untuk tempat tinggal dan menanam tanaman kebutuhan sendiri dikenakan pajak.

Kemudian, ide ini diajukan kepada Raja Belanda Willem yang tertarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van den Bosch tersebut.

Ide ini akhirnya membuat Van den Bosch diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Tanah Jawa. Pada prinsipnya, tanah jajahan harus memiliki manfaat dengan cara menanam tanaman yang dapat laku dijual di pasar dunia.

Baca juga: Sejarah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Ditandai 6 Hal Ini

Dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia yang dikeluarkan Kemendikbudriatek,
sistem penanaman tanam paksa hukumnya wajib bagi petani untuk menanam tanaman ekspor.

Bahkan dalam salah satu tulisan Van den Bosch, lewat tanam paksa atau cultuurstelsel hasilnya bisa mencapai kurang lebih f.15. sampai f.20 juta uang Belanda setiap tahun.

Ia bahkan mengatakan, cara paksaan seperti ini pernah dilakukan VOC dan tanam paksa adalah cara yang terbaik mendapatkan tanaman ekspor untuk pasaran Eropa.

Namun kenyataannya, pendapatan tanam paksa ini lebih besar pajak daripada luas tanah yang ditanami tanaman ekspor.

Sebab kenyataannya, kemungkinan besar terjadi ketidaksesuaian dengan aturan yang telah ditentukan.

Selain itu, pengawasan dan pengumpulan hasilnya tidak lagi dilakukan oleh penguasa lokal seperti masa VOC, tetapi diawasi dan dikumpulkan oleh pegawai-pegawai Hindia Belanda langsung.

Maka peluang korupsi atau penyelewengan untuk meningkatkan hasil mudah sekali terjadi.

Jelas saja kondisi ini membebani petani menjadi lebih berat lagi dari masa VOC. Hingga akhirnya, muncul kasus kematian yang banyak terjadi di Cirebon pada tahun 1843, Demak pada tahun 1843, dan Grobogan pada tahun 1849, akhirnya membuat banyak pihak mengritik ide lko paksa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com