Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radio Kayu hingga Sepeda Bambu, Ini Karya Inovatif Alumnus ITB

Kompas.com - 29/09/2022, 16:44 WIB
Angela Siallagan,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

Maka, Singgih membuat Spedagi yakni produk sepeda yang kerangkanya terbuat dari bambu. Bambu dipilih karena materialnya yang ringan sekaligus kuat. Kekuatannya terlebih dahulu diuji laboratorium di Jepang serta uji jarak jauh dari Aceh ke Denpasar.

Baca juga: Menteri Nadiem Buka Suara Terkait 400 Anggota Tim Bayangan

Bambu juga dipilih karena umurnya panjang, supaya orang memiliki tanggung jawab moral untuk merawat dan agar bisa merasakan kedekatan dengan alam.

Singgih membuat karya Spedagi ini dengan manfaatkan bahan-bahan dari desa. Mulai dari bambu yang melimpah hingga orang-orang di baliknya. Spedagi membuktikan bahwa lokalitas mampu menghasilkan originalitas.

Lahirnya Spedagi tersebut bagaikan sebuah magnet yang menarik mata banyak orang untuk datang langsung ke tempat produksinya. Uniknya lagi, spedagi tersebut tidak diekspor, tetapi sebagai bentuk ketidakterlibatan dalam sumbangsih emisi gas dari pesawat.

Dituliskan bahwa Presiden Joko Widodo pernah menggunakan produk tersebut saat menyambut Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dengan berkeliling Kebun Raya Bogor pada beberapa bulan yang lalu.

Baca juga: Menteri Nadiem Dapat Apresiasi di PBB, tetapi Belum di Negeri Sendiri

Sementara itu, pada kancah internasional Spedagi memperoleh predikat Gold Award pada Good Design Award 2018 di Tokyo. Penghargaan ini sebagai bentuk pengakuan sebagai salah satu desain yang paling berpengaruh di dunia.

3. Pasar Papringan

Karya ini berbeda dari kedua karya di atas. Karya ini tidak dalam bentuk produk atau benda, tetapi berupa pasar tradisional ekonomi kreatif yang dikelilingi oleh sederet pohon bambu.

Kata papringan sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti bambu. Awal terbentuknya pasar ini berasal dari keprihatinan Singgih ketika bersepeda melewati suatu lokasi yang bertumpuk sampah di bawah rindangnya pepohonan bambu.

Singgih tidak ingin diam menyaksikan lokasi yang tidak lestari tersebut. Maka, dia mengawali penggarapan bersama dengan rekan-rekan setempat dengan melakukan pemetaan sosial dari pintu ke pintu.

Dia ingin mengajak masyarakat agar menjadikan Pasar Papringan ini menjadi sesuatu yang berharga. Hal tersebut akhirnya tercapai. Banyak warga yang terlibat dan turut berkontribusi dengan berjualan seperti di pasar yakni kuliner, hasil pertanian, dan kerajinan tradisional.

Baca juga: RUU Sisdiknas Tak Masuk Prolegnas, Nadiem: Yang Penting Hati Tulus Kinerja Bagus

Dalam perjalanan waktu, pasar Papringan menjadi terkenal bahkan sampai lingkup nasional. Meskipun pada awalnya mereka cukup pesimis karena pasar ini jaraknya jauh dari keramaian, tetapi berkat kemajuan media sosial dan keterlibatan banyak pihak, akhirnya menarik perhatian berbagai pihak untuk dikunjungi.

Uniknya lagi, alat transaksi yang digunakan bukanlah uang, melainkan keping bambu kecil yang disebut pring. Pring ini menjadi satu-satunya alat tukar sehingga untuk mendapatkannya harus mengonversinya dulu dari uang menjadi pring. Tiap keping pring memiliki nilai Rp2.000 yang bisa ditukarkan untuk membeli berbagai barang di Pasar Papringan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com