Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Radio Kayu hingga Sepeda Bambu, Ini Karya Inovatif Alumnus ITB

KOMPAS.com – Singgih Susilo Kartono, pria asal Tumanggung merupakan salah seorang alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) dari jurusan Desain Produk (’86). Dia sendiri dikenal sebagai mahasiswa pertama dari desanya yang menimba ilmu di ITB.

Ilmu yang dia dapatkan selama duduk di bangku kuliah benar-benar diaplikasikan agar banyak orang merasakan manfaatnya. Oleh karena itu, setelah menyelesaikan pendidikannya, ia berhasil melahirkan banyak karya yang inspiratif, kreatif, dan inovatif.

Karya-karya yang ia ciptakan terbukti mampu menorehkan prestasi yang nyata. Singgih mengangkat potensi kayu dan bambu dari desanya menjadi hal yang bermakna besar. Ia mampu membuktikan bahwa memajukan daerah sendiri adalah hal yang tidak kalah membanggakan dari profesi lainnya.

Dirilis dari laman resmi ITB Karya yang dia hasilkan terutama berasal dari bahan-bahan tradisional dan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekelilingnya, tetapi hasilnya tidak kalah menarik dari karya lainnya, bahkan merambah ke internasional.

Ada tiga karya terkenal dari Singgih yakni Magno, Spedagi, dan Pasar Papringan. Magno yakni produk radio kayu, Spedagi sendiri merupakan produk sepeda yang kerangkanya terbuat dari bambu, dan penggarapan Pasar Papringan sebagai tempat kuliner, hasil pertanian, hingga kerajinan tradisional.

3 karya inovatif Singgih Susilo

1. Inovasi radio kayu, Magno

Kata Magno artinya membesar, mengacu pada kaca pembesar. Singgih membuat karya ini sebagai lanjutan dari tugas akhirnya dari jurusan Desain Produk di ITB. Pembuatan Magno berawal dari produk radio kayu, dengan memanfaatkan sumber daya dan manusia langsung dari daerahnya.

Proses produksi Magno ini ternyata melewati banyak lika-liku, tetapi Singgih tidak menyerah. Dia sendiri baru bisa merealisasi desainnya pada 2005 karena kendala vendor elektronik kit radio.

Magno dibuat dengan tangan yang sangat cermat dan menggabungkan unsur keindahan dari bahan-bahan kualitas tinggi. Magno ini bukan sekadar radio belaka, ada filosofi yang terkandung di baliknya.

Siapa sangka, Magno akhirnya mendunia. Salah satu purwarupa radio Magno berhasil dilirik Panasonic Gobel Group, bahkan sampai menarik minat Presiden Joko Widodo.

Bahkan kabarnya pasar produksi Magno berhasil merambah internasional ketika dimulainya pubikasi seorang profesor di Jepang yang terkagum-kagum dengan desain yang “eye-catching” tersebut.

Magno sendiri merepresentasikan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Pasalnya sejak 2008, Singgih mendistribusikan 1.000 pohon setiap tahun untuk warga desa untuk meningkatkan populasi pohon sampai 15 hektar hutan. Sementara itu, kebutuhan produksi hanya kurang dari 0,5 hektar hutan saja sejak beroperasi.

Desain dan pesan yang dibawa berhasil menyabet Magno dalam berbagai penghargaan. Penghargaan yang dikantongi seperti Japan Good Design Award G-Mark 2008, London Design Museum’s Brit Insurance Design Awards 2009, dll.

Dirilis dari laman Spedagi, Spedagi berasal dari kata “sepeda pagi.” Kegiatan bersepeda yang awalnya dilakukan Singgih untuk menjaga kesehatan. Rutin bersepeda dan latar belakang profesi desainer membuatnya tertarik pada desain sepeda.

Singgih takjub melihat sepeda bambu karya Craig Calfee dari USA. Bukan hanya terbuat dari bambu, sepeda dengan desain baik itu dibuat dengan metode kerajinan tangan. Sepeda ini menginspirasi Singgih untuk mengembangkan desain sepeda bambu, mengingat bambu tersedia melimpah di Indonesia.

Maka, Singgih membuat Spedagi yakni produk sepeda yang kerangkanya terbuat dari bambu. Bambu dipilih karena materialnya yang ringan sekaligus kuat. Kekuatannya terlebih dahulu diuji laboratorium di Jepang serta uji jarak jauh dari Aceh ke Denpasar.

Bambu juga dipilih karena umurnya panjang, supaya orang memiliki tanggung jawab moral untuk merawat dan agar bisa merasakan kedekatan dengan alam.

Singgih membuat karya Spedagi ini dengan manfaatkan bahan-bahan dari desa. Mulai dari bambu yang melimpah hingga orang-orang di baliknya. Spedagi membuktikan bahwa lokalitas mampu menghasilkan originalitas.

Lahirnya Spedagi tersebut bagaikan sebuah magnet yang menarik mata banyak orang untuk datang langsung ke tempat produksinya. Uniknya lagi, spedagi tersebut tidak diekspor, tetapi sebagai bentuk ketidakterlibatan dalam sumbangsih emisi gas dari pesawat.

Dituliskan bahwa Presiden Joko Widodo pernah menggunakan produk tersebut saat menyambut Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dengan berkeliling Kebun Raya Bogor pada beberapa bulan yang lalu.

Sementara itu, pada kancah internasional Spedagi memperoleh predikat Gold Award pada Good Design Award 2018 di Tokyo. Penghargaan ini sebagai bentuk pengakuan sebagai salah satu desain yang paling berpengaruh di dunia.

Karya ini berbeda dari kedua karya di atas. Karya ini tidak dalam bentuk produk atau benda, tetapi berupa pasar tradisional ekonomi kreatif yang dikelilingi oleh sederet pohon bambu.

Kata papringan sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti bambu. Awal terbentuknya pasar ini berasal dari keprihatinan Singgih ketika bersepeda melewati suatu lokasi yang bertumpuk sampah di bawah rindangnya pepohonan bambu.

Singgih tidak ingin diam menyaksikan lokasi yang tidak lestari tersebut. Maka, dia mengawali penggarapan bersama dengan rekan-rekan setempat dengan melakukan pemetaan sosial dari pintu ke pintu.

Dia ingin mengajak masyarakat agar menjadikan Pasar Papringan ini menjadi sesuatu yang berharga. Hal tersebut akhirnya tercapai. Banyak warga yang terlibat dan turut berkontribusi dengan berjualan seperti di pasar yakni kuliner, hasil pertanian, dan kerajinan tradisional.

Dalam perjalanan waktu, pasar Papringan menjadi terkenal bahkan sampai lingkup nasional. Meskipun pada awalnya mereka cukup pesimis karena pasar ini jaraknya jauh dari keramaian, tetapi berkat kemajuan media sosial dan keterlibatan banyak pihak, akhirnya menarik perhatian berbagai pihak untuk dikunjungi.

Uniknya lagi, alat transaksi yang digunakan bukanlah uang, melainkan keping bambu kecil yang disebut pring. Pring ini menjadi satu-satunya alat tukar sehingga untuk mendapatkannya harus mengonversinya dulu dari uang menjadi pring. Tiap keping pring memiliki nilai Rp2.000 yang bisa ditukarkan untuk membeli berbagai barang di Pasar Papringan.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/29/164402671/radio-kayu-hingga-sepeda-bambu-ini-karya-inovatif-alumnus-itb

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke