Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PGRI Sampaikan 5 Pesan Ini ke Nadiem Terkait Tunjangan Profesi Guru

Kompas.com - 16/09/2022, 06:07 WIB
Dian Ihsan

Penulis

Menurut dia, penghapusan itu sekaligus agar substansi RUU Sisdiknas tidak bias dan multi tafsir serta ada jaminan guru tetap menerima tunjangan profesi.

Lebih dari itu, PGRI meminta Kemendikbud Ristek perlu menjelaskan secara secara jujur dan terbuka, mengapa muncul pemikiran untuk menghapus tunjangan profesi guru.

3. Tunjangan profesi guru berbeda dengan tunjangan fungsional

Kemendikbud Ristek secara lisan menyatakan, pemberian tunjangan untuk guru Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berupa tunjangan fungsional.

Baca juga: Penelitian UGM: Kulit Salak Bisa Jadi Obat Kanker Lidah

Meski begitu, ketentuan ini tidak tercantum secara jelas dalam RUU Sisdiknas, hanya disampaikan secara lisan saja.

Selain itu, harus disadari, tunjangan profesi guru berbeda dengan tunjangan fungsional yang melekat dalam jabatan/kepangkatan seseorang.

Adapun tunjangan profesi guru memiliki landasan hukum sangat kuat, yakni Pasal 16 Ayat (1) UU Guru dan Dosen yang berbunyi "Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik".

Lalu pada Pasal 16 Ayat (2) ditegaskan, "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama".

Karena tidak tertulis, bilang dia, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru. Bahkan mereka akan bertanya, apakah Kemendikbud Ristek bersungguh-sungguh akan memberikan tunjangan fungsional untuk guru?

Jika besaran tunjangan profesi guru diikat oleh UU sebesar satu kali gaji, bagaimana dengan tunjangan fungsional?

Selama ini tidak pernah ada penjelasan dari Kemendikbud Ristek, apalagi dinyatakan secara tegas dalam UU. Alhasil, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru.

Kekhawatiran ini, sebut dia, bisa dipahami.

Sebab, ketentuan yang sudah tertulis secara tegas dalam undang-undang pun tidak dilaksanakan.

Baca juga: Ikut SNMPTN 2023? Cek Dulu Mapel Pendukung untuk Prodi Ilmu Alam

Contohnya, dalam Pasal 82 UU Guru dan Dosen dinyatakan, "Guru yang belum mendapat sertifikat pendidik wajib memiliki sertifikat pendidik paling lama 10 tahun sejak Undang-undang tersebut diberlakukan".

Artinya, persoalan sertifikat pendidik mestinya sudah selesai tahun 2015.

Kenyataannya, Kemendikbud Ristek mengaku sampai tahun ini masih ada 1,6 juta guru yang belum mendapat sertifikat pendidik.

"Jadi, siapa yang lalai dalam menjalankan amanat UU Guru dan Dosen? Begitupun janji untuk mengangkat satu juta guru PPPK, kenyataannya jauh dari pernyataan yang dulu disampaikan dengan sangat manis. Guru-guru kena PHP," cetus Unifah.

4. Nasib guru swasta akan lebih memprihatinkan

Dia mengungkapkan, guru-guru sekolah swasta akan lebih memprihatinkan.

Sebagaimana pengaturannya akan mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca juga: Kasus Hacker Bjorka, Pakar Unair: Data Bocor Timbul Kerugian Besar

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com