Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PGRI Sampaikan 5 Pesan Ini ke Nadiem Terkait Tunjangan Profesi Guru

Kompas.com - 16/09/2022, 06:07 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyampaikan 5 pesan ini ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim terkait tunjangan profesi guru (TPG) yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Ketum PB PGRI, Unifah Rosyidi menyatakan, bila tunjangan profesi guru merupakan periuknya para pendidik (guru).

Baca juga: PGRI Minta Kemendikbud Ristek Jujur Soal Tunjangan Profesi Guru

Jadi, kata dia, tidak bisa disamaratakan dengan tunjangan fungsional yang selama ini jumlahnya tidak seberapa dan dibebankan kepada pemerintah daerah (Pemda)

Unifah mengapresiasi Nadiem yang menginginkan kesejahteraan dan menjaga kualitas guru saat berdialog dengan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BKSAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo yang membahas tema "Kupas Tuntas Kesejahteraan Guru dalam RUU Sisdiknas".

Walaupun demikian, PGRI tetap memberikan 5 catatan ini kepada Nadiem terkait tunjangan profesi guru.

1. Tidak akan ada lagi penghargaan untuk guru

Penghapusan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kemudian digabung dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional, itu sesuatu yang memprihatinkan.

Itu karena, tidak akan ada lagi penghargaan kepada guru yang jumlahnya 3,1 juta orang sebagai sebuah profesi.

Padahal profesi lainnya diakui dalam undang-undang (UU).

Baca juga: 1,6 Juta Guru Tak Usah Antre Dapat TPG Lewat RUU Sisdiknas

Seperti UU 18/2003 tentang Advokat, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 38/2014 tentang Keperawatan, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran serta berbagai profesi lainnya.

Penghapusan guru sebagai sebuah profesi, menihilkan pengabdian serta kerja keras guru yang selama ini dengan tulus ikhlas bertugas di seluruh pelosok negeri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.

"Bagi kami UU Guru dan Dosen adalah Lex Specialis Derogat Legi Generali bagi profesi guru," tegas dia dalam keterangan resminya, Kamis (15/9/2022).

2. UU Guru dan Dosen dihapus, tunjangan profesi guru juga bakal dihapuskan

Seiring dengan penghapusan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tunjangan profesi guru juga bakal dihapuskan.

Penghapusan tunjangan profesi guru adalah kebijakan yang sangat menyakitkan dan merendahkan.

Dia menegaskan, tunjangan profesi bukan sekadar persoalan uang, tetapi sebuah penghargaan dan penghormatan negara terhadap profesi guru.

Baca juga: LTMPT: Kami Tak Lagi Jadi Pelaksana Seleksi Masuk PTN

Bahkan, guru merasa bangga karena profesinya diakui dan dihormati negara.

Terkait tunjangan profesi, memang dalam RUU Sisdiknas Pasal 145 Ayat (1) dinyatakan, "Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum UU ini diundangkan tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Berdasarkan pandangan PGRI, frasa "sebelum undang-undang ini diundangkan", artinya tunjangan profesi guru akan hilang, jika RUU Sisdiknas ini diundangkan.

"Jika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bersungguh-sungguh akan tetap memberikan TPG, maka frasa 'sebelum undang-undang ini diundangkan' harus dihapus," tegas dia.

Menurut dia, penghapusan itu sekaligus agar substansi RUU Sisdiknas tidak bias dan multi tafsir serta ada jaminan guru tetap menerima tunjangan profesi.

Lebih dari itu, PGRI meminta Kemendikbud Ristek perlu menjelaskan secara secara jujur dan terbuka, mengapa muncul pemikiran untuk menghapus tunjangan profesi guru.

3. Tunjangan profesi guru berbeda dengan tunjangan fungsional

Kemendikbud Ristek secara lisan menyatakan, pemberian tunjangan untuk guru Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berupa tunjangan fungsional.

Baca juga: Penelitian UGM: Kulit Salak Bisa Jadi Obat Kanker Lidah

Meski begitu, ketentuan ini tidak tercantum secara jelas dalam RUU Sisdiknas, hanya disampaikan secara lisan saja.

Selain itu, harus disadari, tunjangan profesi guru berbeda dengan tunjangan fungsional yang melekat dalam jabatan/kepangkatan seseorang.

Adapun tunjangan profesi guru memiliki landasan hukum sangat kuat, yakni Pasal 16 Ayat (1) UU Guru dan Dosen yang berbunyi "Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik".

Lalu pada Pasal 16 Ayat (2) ditegaskan, "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama".

Karena tidak tertulis, bilang dia, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru. Bahkan mereka akan bertanya, apakah Kemendikbud Ristek bersungguh-sungguh akan memberikan tunjangan fungsional untuk guru?

Jika besaran tunjangan profesi guru diikat oleh UU sebesar satu kali gaji, bagaimana dengan tunjangan fungsional?

Selama ini tidak pernah ada penjelasan dari Kemendikbud Ristek, apalagi dinyatakan secara tegas dalam UU. Alhasil, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru.

Kekhawatiran ini, sebut dia, bisa dipahami.

Sebab, ketentuan yang sudah tertulis secara tegas dalam undang-undang pun tidak dilaksanakan.

Baca juga: Ikut SNMPTN 2023? Cek Dulu Mapel Pendukung untuk Prodi Ilmu Alam

Contohnya, dalam Pasal 82 UU Guru dan Dosen dinyatakan, "Guru yang belum mendapat sertifikat pendidik wajib memiliki sertifikat pendidik paling lama 10 tahun sejak Undang-undang tersebut diberlakukan".

Artinya, persoalan sertifikat pendidik mestinya sudah selesai tahun 2015.

Kenyataannya, Kemendikbud Ristek mengaku sampai tahun ini masih ada 1,6 juta guru yang belum mendapat sertifikat pendidik.

"Jadi, siapa yang lalai dalam menjalankan amanat UU Guru dan Dosen? Begitupun janji untuk mengangkat satu juta guru PPPK, kenyataannya jauh dari pernyataan yang dulu disampaikan dengan sangat manis. Guru-guru kena PHP," cetus Unifah.

4. Nasib guru swasta akan lebih memprihatinkan

Dia mengungkapkan, guru-guru sekolah swasta akan lebih memprihatinkan.

Sebagaimana pengaturannya akan mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca juga: Kasus Hacker Bjorka, Pakar Unair: Data Bocor Timbul Kerugian Besar

Tidak ada lagi kekhususan untuk dunia pendidikan dan profesi guru, melainkan disamakan penghasilannya dengan buruh.

Tak hanya itu, Kemendikbud Ristek mengesampingkan atau tutup mata terhadap kondisi sekolah swasta di negeri ini.

Dia menekankan, tidak semua sekolah swasta memiliki kondisi ekonomi yang baik.

Itu terlihat dari banyaknya kondisi sekolah swasta yang memprihatinkan.

Akan tetapi, dilandasi semangat pengabdian yang tulis oleh para pengurusnya, mereka tetap memberikan layanan pendidikan kepada siswa yang tidak mampu secara ekonomi.

PGRI, lanjut dia, tidak tutup mata dengan janji Kemendikbud Ristek yang akan memberikan tambahan biaya operasional sekolah (BOS) kepada sekolah-sekolah swasta.

Namun bagi PGRI, BOS adalah anggaran dari peserta didik untuk peserta didik. Jadi penggunaannya untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah, bukan diperuntukkan bagi gaji guru.

5. Tunjangan profesi guru harus tetap ada

Dia meminta agar tunjangan profesi guru tetap diberikan kepada guru. Lalu, tunjangan profesi guru harus secara tegas ada dalam UU Sisdiknas.

Baca juga: Mengenal BP3, Pengganti LTMPT di Seleksi Masuk PTN 2023

PGRI sangat setuju dan berkomitmen untuk mendukung Kemendikbud Ristek dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.

"Karena itu Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak dilakukan dengan metode yang rumit, tapi melihat kompetensi dan profesionalisme guru di kelas," tuturnya.

Tak lupa, sertifikasi harus merupakan bagian integral dari pengembangan profesi guru.

Guru juga harus terus-menerus mendapat pelatihan terstruktur yang diselenggararakan oleh lembaga khusus dan profesional.

Jadi, untuk meningkatkan kesejahteraan guru, sudah selayaknya tunjangan profesi guru tidak dihapuskan. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas guru, maka sistem pembinaan profesi yang harus diperbaiki.

Melalui langkah di atas, PGRI berharap akan tercipta guru yang sejahtera dan berkualitas tinggi. Dengan begitu membawa kemajuan negara Indonesia.

Unifah pun mengingatkan Kemendikbud Ristek, bahwa PGRI akan terus berjuang demi kemaslahatan guru.

Hal itu disebabkan, PGRI memiliki berbagai argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara historis, filosofis, akademis, dan empiris mengenai urgensi tunjangan profesi guru bagi keberlangsungan profesi guru.

Baca juga: SBMPTN Jadi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes, Ini Aturan Barunya

"Jadi jujur dan terbuka lah Mendikbud Ristek (Nadiem Makarim) kepada kami para guru!" harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com