KOMPAS.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim menghapus tes mata pelajaran di Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi di tahun 2023. Nadiem menilai tes mata pelajaran SBMPTN bersifat diskriminatif bagi peserta didik yang tidak mampu.
Lantas, apa yang mendasari penghapusan tes mata pelajaran di seleksi masuk perguruan tinggi negeri tahun 2023?
Dosen Universitas Sebelas Maret (UNS), Moh Abdul Hakim mengatakan, dunia pendidikan di Indonesia saat ini masih menunjukkan adanya kesenjangan kualitas di sekolah menengah yang tersebar di berbagai wilayah, mulai dari desa, kota, Jawa, luar Jawa, dan wilayah lainnya.
Baca juga: Kemendikbud: Siswa Bebas Pilih Prodi IPA-IPS di Seleksi Masuk PTN 2023
Kesenjangan tersebut, menurutunya menjadi kian terasa ketika pemerintah menggunakan dua materi uji pada seleksi masuk perguruan tinggi negeri, yakni tes potensi akademik yang mengukur kemampuan mata pelajaran tertentu dan tes potensi skolastik yang mengukur wadah atau angka skolastik dari calon mahasiswa.
“Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa karakteristik dua tes tersebut berbeda. Tes kompetensi akademik yang berisi materi pelajaran itu relatif bisa di-training dengan cepat, artinya bagi mereka yang punya resource punya sumber daya punya uang. Dia bisa mengikuti kursus kursus singkat yang intensif, terutama untuk belajar trik-trik menjawab soal sehingga mereka bisa mencapai skor tinggi,” kata dia dalam silaturahmi Merdeka Belajar dengan mengangkat tema “Mewujudkan Transformasi Seleksi Masuk Pendidikan Tinggi Negeri Berkeadilan, Kamis (15/9/2022).
Hal tersebut berbeda dengan Tes Potensi Skolastik (TPS). Abdul menjelaskan TPS dapat diibaratkan sebagai wadah yang mengukur seberapa besar wadah calon mahasiswa untuk belajar hal-hal baru di masa depan.
Baca juga: Perbedaan Aturan SBMPTN 2023 dengan SBMPTN 2022
TPS juga merupakan sesuatu yang berkembang dalam waktu lama, sehingga tidak bisa di latih hanya dalam satu bulan, dua bulan, dan seterusnya.
“Dengan demikian, perkembangan skor TPS tersebut seiring dengan perkembangan kognitif siswa. Maka, bagi siswa yang ingin meningkatkan skor TPS, harus sering melatih otot-otot kognitifnya, bukan hanya menjelang ujian nasional baru belajar,” urai Pengamat Pendidikan tersebut.
TPS membuat siswa mulai berlatih menggunakan penalaran dan kemampuan berpikir secara numerik dalam jangka panjang sebelum menjalani ujian nasional.
Jika dibandingkan dengan Tes Potensi Akademik (TKA), secara karakteristik TKA akan menguntungkan bagi anak didik yang menimba pendidikan di sekolah terbaik, guru yang rasio di kelas kecil, dan ada fasilitas bimbingan belajar, maka skor TKA sangat berkorelasi dengan kemampuan sosial ekonomi siswa. Hal-hal itu dinilai berkebalikan dari TPS.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.