Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Mahasiswa UMM Lulus Tanpa Skripsi Berkat Film Dokumenter Ini

Kompas.com - 01/07/2022, 13:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lulus tanpa skripsi, bisa saja dilakukan mahasiswa tapi dengan syarat ketat. Syaratnya, harus punya karya atau penelitian yang layak meraih penghargaan.

Seperti cerita 3 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang lulus tanpa skripsi melalui film.

Mereka bertiga, Devano Ramadhan Pratama, Ahmad Ali Mahfud, dan Muhammad Sofwan dari Prodi Ilmu Komunikasi yang membuat film tersebut tayang di Wathcdoc Documentary, pertengahan Juni 2022.

Baca juga: Dosen UMM: Sepak Bola Indonesia Belum Menjanjikan buat Mata Pencaharian

Devano selaku anggota kelompok menceritakan bahwa ide film ini muncul sejak awal semester 2.

Saat itu mereka diajak untuk membuat film yang berlokasi di Gili Ketapang.

Setibanya di sana, mereka melihat permasalahan lingkungan yang memprihatinkan. Mulai dari sampah yang menumpuk, pengerukan pasir, dan pengambilan terumbu karang untuk pembangunan rumah.

"Jika kebiasaan itu berlanjut, tentu akan memberikan dampak buruk bagi pulau ini ke depannya. Apalagi mengingat Gili Ketapang adalah salah satu objek wisata bahari unggulan Jawa Timur," ucap dia.

Mahfud, anggota lainnya menambahkan bahwa film "Menyisir Pesisir Gili Ketapang" ini mengangkat isu lingkungan yang sangat kompleks.

Memperlihatkan kebiasaan masyarakat yang ternyata memberikan efek kurang baik bagi lingkungan.

Sementara di sisi lain, pemerintah menjalankan program pariwisata tapi tidak mempertimbangkan kondisi lingkungan yang ada.

Baca juga: Wabah PMK, Dosen UMM Sarankan Hewan Ternak Divaksin Sebelum Idul Adha

Selain itu, kondisi pemukiman yang bertambah menjadi 10.000 jiwa berefek pada semakin kurangnya ruang lapang di pulau tersebut.

Populasi kambing liar yang ada juga semakin meningkat, padahal lahan terus berkurang.

Akhirnya, sampah menjadi makanan bagi para kambing-kambing.

Tidak jarang, beberapa kambing mati di pinggir pantai dan dibiarkan hanyut terbawa arus laut.

"Kondisi pemukiman yang semakin padat, sampah menumpuk, kebiasaan masyarakat yang susah diubah dan solusi yang tak kunjung datang akan berujung pada hilangnya pulau ini," imbuh Mahfud, dilansir dari laman UMM.

Di sisi lain, Sofwan juga menceritakan isi dari film dokumenter tersebut. Pariwisata Gili Ketapang mulai dikenal banyak orang sejak tahun 2012-2013, puncaknya pada 2016-2017.

Baca juga: Dokter UMM Beri Tips Penanganan Pertama Korban Kecelakaan

Tiap harinya, ada ratusan wisatawan yang datang untuk menikmati pantai dan snorkeling. Hal ini mengubah sebagian besar pekerjaan warga sekitar.

Sebelumnya bekerja sebagai nelayan, kini beralih ke operator wisatawan hingga penjual aksesoris. Sehingga masyarakat setempat tidak lagi bergantung pada hasil laut.

“Banyak orang di sana merasakan hal positif dari datangnya pariwisata, sehingga mulai dipandang pemerintah dengan pembangunan dermaga selatan. Sayangnya, pertumbuhan pariwisata yang tinggi tidak dibarengi dengan perawatan lingkungan yang mumpuni,” tegas Sofwan.

Ketiganya berharap, film ini bisa menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.

Begitupun dengan pemerintah yang harus segera bergerak dan memberikan solusi kepada warga Gili Ketapang.

"Jadi, program tidak hanya menjadi program saja, tapi benar-benar dilaksanakan agar memberikan dampak positif. Semoga film ini dapat mengedukasi masyarkat agar kebiasaannya berubah dan ketahanan pulau terjaga," tegas ketiganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com