Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Januarti, Dosen ITS yang Dapat Julukan "Queen of Ash"

Kompas.com - 23/04/2022, 06:07 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjuangan RA Kartini sangat berpengaruh bagi kaum perempuan modern saat ini. Sebab, kini perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan bisa mendapatkan kesetaraan pendidikan hingga bisa berkarya dan meniti karier dengan leluasa.

Hal ini juga terbukti banyak kaum perempuan bisa menjabat sebagai pucuk pimpinan di sebuah perusahaan maupun instansi pemerintah.

Di bidang pendidikan, kaum perempuan juga banyak berkontribusi untuk kemajuan bangsa Indonesia. Seperti halnya yang dilakukan Januarti Jaya Ekaputri, Dosen Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) aktif di bidang riset beton yang umumnya digeluti kalangan pria.

Sebagai perempuan yang berkecimpung di dunia perbetonan, Yani mengaku sering diragukan dalam lingkup kerja yang mayoritas dikuasai kalangan laki-laki tersebut.

Baca juga: Forisa Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan SMA/SMK-D3, Ayo Daftar

Dosen perempuan yang aktif di bidang penelitian beton

Yani perlu memberikan usaha yang lebih besar untuk membuat orang percaya bahwa ia memenuhi kualifikasi. Apalagi Yani memiliki karakter yang ramai dan senang bicara.

"Jadinya saya tidak terlihat pintar kali ya? Tidak terlihat bisa bikin beton," kata Yani seperti dikutip dari laman ITS, Jumat (22/4/2022).

Meski demikian, Yani tidak mempermasalahkan hal tersebut. Justru kehadirannya sebagai perempuan dianggapnya menjadi sebuah nilai tambah.

Selain mendapat perhatian dari berbagai kalangan, ia juga cenderung bisa memberi ide-ide riset baru dari sudut pandang lain.

"Lebih banyak hal positif yang saya temui sebagai perempuan di bidang beton," terang dosen yang menamatkan gelar doktoralnya di University of Tokyo, Jepang ini.

Baca juga: Adaro Mining Buka Lowongan Kerja bagi S1/S2 Fresh Graduate

Dijuluki Queen of Ash

Kendati dipandang sebelah mata, riset yang dilakukannya sudah melanglang buana di kancah nasional maupun internasional.

Contohnya pada 2018 hingga 2020, Yani terlibat dalam kerjasama ITS dengan Institut Teknologi Nasional Wakayama, Jepang. Riset ini berfokus pada pengembangan self-healing beton-retak dengan memanfaatkan bakteri.

Baru-baru ini pun Yani menghasilkan penelitian tentang pemanfaatan abu vulkanik lumpur Sidoarjo sebagai substitusi semen maupun bahan material 3D beton.

Yani bahkan langganan meraih medali dari berbagai penghargaan di luar negeri. Lucunya Yani terkenal dengan julukan Queen of Ash (Ratu Abu) karena sering mengangkat penelitian beton yang memanfaatkan limbah batu bara.

Bahkan, penelitiannya terkait Geopolimer dari lumpur lapindo berhasil membawanya menjadi pemegang Anugerah IPTEK Adibrata tahun 2017, sebuah penghargaan tertinggi bidang teknologi dari pemerintah.

Baca juga: Intip Universitas Terbaik di Jabar Versi SIR dan QS WUR 2022

Tak tanggung-tanggung, wanita yang gemar melukis ini pun menunjukkan eksistensi kepemimpinannya di berbagai organisasi bergengsi.

Beberapanya yaitu sebagai wakil presiden Asia Pasifik dalam asosiasi peneliti wanita, Global Woman Invention and Innovation Network (GWIIN). Selain itu ia sekarang juga menjabat sebagai Direktur Konsorsium Riset Geopolimer Indonesia.

"Sebagai perempuan, jangan ragu menunjukkan kemampuan memimpin dan memberikan pendapat," ujarnya.

Sempat rasakan kesulitan akses fasilitas pendidikan

Karena lahir dan besar di Papua, Yani ternyata sempat merasakan sulitnya untuk mengakses fasilitas pendidikan. Yani beruntung karena sang ayah memberikan kebebasan bagi Yani untuk berkarya dengan syarat harus bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu.

"Kalau sudah mulai, harus dinikmati prosesnya dan diselesaikan sampai jadi," ungkap dosen Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ini.

Baca juga: Bisa Digunakan di Jalur Mandiri PTN, Catat Jadwal Daftar KIP Kuliah 2022

Alhasil, Yani berhasil menjadi finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja Nasional dengan topik Bandikut, hewan mamalia kecil asal Papua sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi saat menduduki bangku SMA.

Berkat kemenangan tersebut, Yani berkesempatan berangkat ke gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bogor.

"Di sana saya melihat langsung anak-anak Jawa dan ternyata memang sangat pintar," imbuh Yani.

Perempuan bisa ciptakan kebahagiaannya sendiri

Fakta itu tidak membuat Yani berkecil hati. Ia justru termotivasi untuk berupaya lebih keras dan meningkatkan mutu dirinya untuk bersaing dengan anak di luar Papua. Hal itu pula yang dipegangnya hingga bergelut di dunia kerja saat ini.

Dengan selalu melihat perkembangan teknologi dan melihat kebutuhan industri, ia dapat memperbaiki kekurangan dari risetnya.

Baca juga: Mahasiswa, Ini 3 Alasan Harus Menabung di Bulan Ramadan

Yani berpesan, setiap perempuan memiliki hak untuk bermimpi dan menekuni kegemarannya. Selain itu, lakukanlah hal yang sudah dipilih dengan senang hati di situasi terburuk sekalipun.

"Ciptakan kebahagiaan kamu sendiri, lakukan dengan sungguh-sungguh apa yang kamu suka," tutur Yani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com