Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/10/2021, 15:28 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

"Nggih kesel," ungkapnya tentang kesibukan berdagang keliling. Selain melelahkan, ketidakpastian pembeli turut andil pada omzet dagangannya yang tak selalu habis pada sekali jalan. Situasi pandemi sangat berdampak pada perekonomian termasuk dirinya.

Meski demikian, hantaman pandemi tak mengubah kegigihan Bu Nyai menawarkan dagangannya ke sana kemari. Justru, cobaan itu tak terlampau ia rasakan karena tiada beda dengan apa yang biasa ia seka.

Namun, tetap ia hadapi tawaran yang tak berbuah laris. Juga masih ia ladeni penolakan calon pembeli yang tak terasa manis di telinga dan hatinya.

Semangat Bu Nyai turut diuji dengan pandangan rendah dari orang-orang yang ia temui. “Jangan membeli dagangan Muryani," kata mereka. Secara logika, apa manfaat dari barang yang dijual oleh manusia setengah gila?

Pandangan itu bermula dari tingkah Muryani yang cenderung tak biasa. Datang, menawarkan jualan, ditolak, tetapi ia malah tetap di tempat berkian-kian lamanya. Gigihnya terkesan memaksa karena baru pergi ketika sang pemilik rumah mengalah dan memutuskan untuk membeli barang apa saja darinya.

“Kau tentu mengerti tentang kucing liar yang mampir untuk meminta makan. Dalam satu kali pemberian, esok hingga hari-hari berikutnya si kucing akan terus kembali.”

Begitulah anggapan orang-orang terhadap Bu Nyai. Jangan sekali-kali dagangannya kau beli, kecuali bila ingin terus dihantui.

Barang yang ia jual sama sekali tak berkualitas. Jangankan spesial, dibilang baik pun tidak. Lagi, kulak di warung eceran membuat Muryani mematok harga sedikit lebih tinggi agar tetap mendapatkan laba sekadarnya.

Baca juga: Menembus Batas Belajar Keberagaman Lintas Sekolah

"Jangan lupa niatkan untuk bersedekah," nasihat seorang pembeli menyikapi perangai Muryani. Menurut pengalaman ibu itu, Muryani tidak mau diberi sedekah secara langsung sebagai ganti dari membeli.

Ia justru memberikan satu dua dagangannya untuk mereka yang membayar lebih. Sebisa mungkin, berapa pun nominalnya Muryani selalu amanah dengan tak lupa menyerahkan uang kembalian.

Bertahun-tahun ia berjualan dalam kesederhanaan, hasilnya hanya mencukupi kebutuhan makan. Padahal, Muryani juga perlu membayar utang yang ia miliki. Tertambal sedikit lantas terbuka lagi, utang Muryani.

Namun, pikiran Muryani yang polos, tetap mengembalikannya, entah bagaimana caranya. Bila ada solusi untuk orang-orang seperti dirinya, kehidupan seharusnya dapat lebih sejahtera.

Menjadi hal yang unik ketika Muryani mulai bernegosiasi dengan pelanggan. Tidak lantas putus asa dan mudah menyerah, ia tak mengobral kemiskinan demi belas kasihan agar dagangannya terbeli.

Selain itu, Muryani lebih memilih untuk memberikan jaminan keawetan pada barang yang ia bawa.

"Saya ditawari telur, padahal masih punya. Bu Nyai bilang beli lagi saja karena dagangannya awet," ujar Iwuk tentang pengalaman kesekiannya dengan Bu Nyai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com