Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Merdeka Belajar, "Now or Never"?

Kompas.com - 17/08/2021, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Salah satunya adalah konsep momong, among dan ngemong yang disebut oleh Bapak Pendidikan Nasional kita ini sebagai nilai utama dari pendidikan.

Memerdekakan ide, inisiatif dan kreatifitas tetap harus diimbangi oleh arahan , bimbingan dan pemantauan dari para guru dan pendidik.

Di sinilah guru, orang tua, mentor dan setiap orang yang menjadi panutan dan rujukan bagi setiap anak didik memainkan peranan strategis sebagai among yang mengawasi, memandu proses belajar dan mengingatkan si anak didik jika keluar dari koridornya.

Baca juga: Merdeka Belajar: Strategi Dunia Pendidikan Indonesia Merespons Perubahan

Jadi, sejalan dengan konsep yang disampaikan Ki Hajar Dewantara, konsep merdeka belajar menempatkan siswa sebagai episentrum dari proses pembelajaran (student-centred learning) dan guru berperan sebagai among ,fasilitator dan pembimbing.

Karenanya, dalam mengajar guru tidak dapat menggunakan pendekatan one size fits all bagi seluruh siswa didiknya.

Setiap siswa akan dimomong (dibimbing) secara khusus, berdasarkan minat, kemampuan dan potensinya masing-masing.

Now or Never

Presiden Joko Widodo telah mencanangkan visi Indonesia Emas 2045 berdasarkan prediksi adanya bonus demografi yang akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2030-2040.

Pada saat itu jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa (Siaran Pers Bappenas – OECD , 22 Mei 2017) .

Manusia unggul hanya dapat terwujud dari sebuah sistem pendidikan nasional yang berbasis kompetensi dan karakter.

Jika mampu membangun sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keunggulan global yang tidak saja memilili kecerdasan akademis namun juga kemampuan lainnya seperti kepempimpinan, resiliensi, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi, maka Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia yang patut diperhitungkan.

Memang tidak semudah itu mewujudkannya. Salah satu alasan yang paling banyak disoroti adalah masalah kesiapan infrastruktur pendidikan serta kualitas guru dan dosen.

Anggaran pemerintah dalam sektor pendidikan yang ratusan triliun tidak menjamin kita akan sampai ke titik tujuan.

Merdeka Belajar dapat menjadi salah satu program percepatan untuk mencapai tujuan tersebut. Memang masih banyak yang meraba- raba bagaimana menterjemahkan konsep ini menjadi program nyata yang workable.

Baca juga: Pustakawan Miliki Peran Penting dalam Merdeka Belajar di Masa Pandemi

 

Bukan hanya satu atau dua sekolah, bukan hanya satu atau dua perguruan tinggi yang menghadapi masalah ini. Inilah tantangannya. Anggap saja ini seperti sebuah test drive. Tanpa mencoba kita tak pernah tahu dimana kita harus memperbaiki dan mengembangkannya.

Ada irisan antara disrupsi (pandemi) dan konsep merdeka belajar yaitu ruang untuk kreativitas dan inovasi. Pandemi Covid 19 menyadarkan kita bahwa di balik bencana ini ada berkah (blessing in disguise).

Kita "dipaksa" segera berkemas dan bergegas dengan sumber daya yang dimiliki untuk memulai sistem yang masih terasa asing bagi kita.

Kita harus segera mengaplikasikan sebuah sistem pembelajaran baru walapun masih tergagap. Inilah momentumnya. Untuk Indonesia Unggul di tahun ke 100 kemerdekaanya. Semoga!

*) penulis adalah Koordinator Tim Beasiswa Netherlands Education Support Office (Nuffic Neso)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com