Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Merdeka Belajar, "Now or Never"?

Kompas.com - 17/08/2021, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pendidikan di masa pandemi ini membutuhkan bukan saja perubahan dari sisi infrastruktur namun juga perubahan sistem, pola pikir dan juga karakter semua pemangku kepentingan.

Contoh yang paling nyata adalah tentang pengajaran secara daring.

Di Indonesia pengajaran secara daring masih jauh dari optimal dan masih sebatas suplemen terhadap sistem pengajaran konvensional. Ketidaksiapan infrastuktur jaringan, ketidaksiapan guru dan juga ketiadaan sumber daya lain menjadi masalah utama.

Perubahan yang sangat cepat dan ekstrim ini menimbulkan kepanikan dan kebingungan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan seperti pihak penyelenggara pendidikan (sekolah,kampus), orang tua dan tentu saja para pelajar dan mahasiswa itu sendiri.

Di Indonesia pembelajaran secara daring di masa pandemi ini masih tergolong prematur dan masih sering terjadi mispersepsi dalam pelaksanaan di lapangan.

Pembelajaran berbasis daring masih diterjemahkan sebagai kuliah umum melalui media elektronik, hanya tentang live streaming, hanya tentang pemberian informasi satu arah yang kemudian ditutup dengan pemberian tugas.

Pembelajaran daring bukan sekedar mengganti ruang kelas menjadi gawai, bukan sekedar pengadaan laptop, atau sekedar mencari materi yang bersifat visual yang dapat membantu proses pengajaran.

Pembelajaran daring menuntut adanya perubahan sikap dan karakter dalam belajar mengajar, seperti kemandirian dan sense of responsibility.

Sistem pembelajaran seperti ini dapat dijadikan titik tolak untuk mengeksplorasi lebih jauh kemampuan siswa dalam berpikir kritis, inovatif , kolaboratif dan komunikatif, sebuah rangkaian kemampuan dan ketrampilan yang sering disebut sebagai keterampilan abad ini (21st century skills).

Baca juga: Merdeka Belajar Jadi Upaya Kemendikbudristek Lakukan Transformasi Pendidikan Menuju Kualitas Terbaik

Resiprokal

Merdeka belajar bukan berarti siswa memiliki kebebasan tak terbatas. Kebebasan dan fleksibilitas berlaku resiprokal antara guru dan siswa, antara dosen dan mahasiswa.

Misalnya ada siswa yang lebih menyukai materi yang berbasis presentasi multimedia, namun ada pula yang lebih nyaman memulai pelajaran dengan materi yang lebih mengedepankan kemampuan mendengar.

Pola lama yang cenderung mengedepankan keseragaman dalam cara belajar telah mengkerdilkan nilai-nilai kreatifitas yang merupakan modal bagi pembentukan kepribadian yang kuat dan percaya diri para siswa.

Guru juga diberi kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih materi dan metodologi apa yang ingin ia terapkan.

Ada guru yang lebih senang menyampaikan materi dengan bernyanyi atau memainkan instrumen musik, ada juga yang memulai pelajaran sejarah dengan meminta siswa untuk menonton beberapa film tentang tokoh-tokoh nasional dari youtube, untuk kemudian dibahas dan didiskusikan bersama.

Bukan sekedar menghafal mati tahun-tahun penting dari berbagai peristiwa dalam rentetan sejarah.

Jadi, baik guru maupun siswa diberikan ruang luas dalam menghantarkan ilmu dan kemerdekaan untuk menerima dan menyerap ilmu. Sebuah proses yg resiprokal.

Proses belajar pun dapat berjalan "terbalik" misalnya dengan meminta siswa menerangkan sari pati materi kuliah hari ini berdasarkan apa yang telah dibacanya kemarin malam sebagai persiapan.

Sementara siswa lain bisa jadi lebih senang memulai perkuliahan dengan cara mengajukan pertanyaan sebagai pembuka. Pertanyaan telah disiapkan siswa sebagai bagian dari persiapan yang dilakukan mandiri.

Respon guru tentunya akan berbeda terhadap kedua siswa tersebut sehingga pengalaman belajar yang didapat juga akan berbeda.

Momong, among dan ngemong

Seakan dapat meramal jaman, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan yang berakar dari kearifan lokal dan nilai-nilai luhur bangsa akan selalu relevan dan tak lekang oleh waktu.

Dalam tatanan kultur kita, sebenarnya banyak sekali nilai-nilai kearifan lokal yang dapat menjadi landasan dari sistem merdeka belajar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com