Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/09/2020, 20:45 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Marini Tri Adisti | Siswi SMAN 1 Merawang, Bangka Belitung, Juara 1 Feature Lomba Jurnalistik Siswa Indonesia 2020 tingkat SMA.

KOMPAS.com - Mengenakan pakaian bergambar karakter LOL berwarna pink, seorang bocah perempuan tampak serius membaca buku dari ruang tengah rumahnya. Terbata-bata ia mengeja huruf demi huruf agar bisa dirangkai menjadi satu kalimat utuh.

Rumah semi permanen berlantai tanah seakan menjadi saksi bisu perjuangan sang bocah menuntut ilmu.

Tidak ada hiasan yang menempel di dinding papan rumah. Hanya satu foto usang pernikahan kedua orangtua yang menempel, entah kapan dipasang tepat diatas kursi kayu rumah keluarga kecil ini.

Rafika, nama bocah berusia 6 tahun itu, putri dari pasangan Armin dan Rosiana. Kedua orang tuanya hanya tamatan SD. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani dibantu sang ibu yang merangkap sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru bagi Rafika.

Dengan seksama Rafika memperhatikan sang ibu Rosiana mengajarinya memperkenalkan huruf dan melafalkannya dengan tepat.

Baca juga: YCAB: Siswa Masih Rasakan Keadilan Belajar Online Belum Merata

Numpang di rumah tetangga

Pandemi Covid-19, membuat puluhan juta anak di Indonesia terpaksa harus bersekolah dari rumah dengan sistem daring (dalam jaringan). Peralatan seperti handphone merupakan barang wajib agar bisa mengikuti pelajaran daring dengan baik.

Sayang, hal itu tidak terjadi pada Rafika. Jangankan memiliki handphone, melihat barang mewah menurut keluarga ini saja semenjak belajar daring dilakukan.

“Ayahnya dulu sempat punya handphone, tetapi rusak. Wajarlah, handphone jadul. Setelah itu, untuk beli pulsa juga nggak bisa, mending untuk makan,” ungkap sang ibu Rosiana.

Setelah belajar membaca yang dibimbing sang ibu, Rafika beranjak dari duduknya kemudian mengambil tas punggung kesayangannya bergambar putri salju pemberian sang ayah sebagai kado saat Rafika berusia 5 tahun.

Rafika kemudian bergegas ke rumah temannya bernama Pipit.

Waktu baru menunjukkan pukul 06.50 WIB, usai berpamitan dengan sang ibu, kaki mungil Rafika berjalan menyusuri jalanan berdebu menuju rumah Pipit sahabatnya yang berjarak sekitar 500 meter.

Sekitar pukul 07.00 WIB dia sampai ke rumah Pipit, dan biasanya dia baru pulang ke rumah pukul 09.30 WIB. Ada rasa sedih di dalam dada sang ibu ketika melepas buah hatinya untuk belajar ke rumah tetangga.

“Aku tidak apa-apa harus jalan kaki ke rumah Pipit, yang penting aku bisa mengikuti pembelajaran secara online,“ ungkap Rafika.

Ada perasaan malu...

Hidup dalam keterbatasan serta tidak mempunyai handphone, tidak menyurutkan semangat Rafika. Dia tetap berusaha dan bersemangat agar tidak ketinggalan kegiatan pembelajaran daring.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com