KOMPAS.com - Cileunyi, Kabupaten Bandung memiliki pasar tradisional yang dikenal sebagai Pasar Sehat.
Terlepas dari namanya, pasar ini jauh dari kata sehat. Tumpukan sampah di belakang area pasar menimbulkan bau menyengat bahkan hingga ratusan meter dari pintu masuknya.
Diberitakan Kompas.com, Kamis (4/5/2023), barang bekas, sayuran, plastik, hingga kasur menumpuk sepanjang 20 meter dengan tinggi mencapai 5 meter di belakang area perdagangan. Lalat dan belatung yang berkembang di sekitarnya menambah kesan kotor tempat tersebut.
Petugas dan para pedagang berusaha memasang plang pembatas untuk membatasi gunung sampah agar tidak meluas sampai bagian pasar lainnya.
"Kasihan yang di belakang, suka tutup sebelum waktunya karena kalau sampahnya kena panas, pasti sudah itu belatung sama lalat hijau nyamperin, naik sampai ke kios atau ke lantai. Ya, pasti dikeluhkan sama pedagang dan pembeli," ujar Ahmad Mustofa (32), salah seorang pedagang sembako di Pasar Sehat Cileunyi.
Lalu, mengapa tumpukan sampah bisa sampai menggunung di pasar tradisional?
Pakar sampah dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB) Mochammad Chaerul mengungkapkan, jenis sampah yang diperkirakan paling dominan dihasilkan di pasar adalah plastik, organik, dan kertas.
Keadaan ini tergantung kios yang ada di pasar tradisional tersebut. Para penjual biasanya akan membuang sampah di tempat sampah terdekat, termasuk pembuangan yang ada di belakang pasar.
"Selain itu, terdapat sistem pengumpulan sampah dari pedagang, antara lain melalui pengumpulan oleh petugas pasar yang ditunjuk atau pedagang sendiri yang harus membawa sampah mereka ke satu tempat titik pengumpul sebelum semuanya dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS)," jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2023).
Baca juga: Saat Sampah Plastik dari Indonesia Ditemukan Terdampar hingga Afrika…
Menurutnya, ini yang kemudian menyebabkan sampah menumpuk. Terlebih lagi, layanan pengangkutan sampah menuju ke tempat pembuangan akhir (TPA) sering kali terhambat.
"Saat ini, yang terjadi adalah adanya kerusakan alat berat di TPA Sarimukti sehingga jumlah sampah yang bisa ditimbun di sana menjadi sangat terbatas," ungkapnya.
Chaerul menyatakan, sampah seharusnya dikelola sedekat mungkin dengan sumber penghasil sampah tersebut. Namun kenyataannya, TPA di Bandung berada sangat jauh dari pasar.
"Kalau TPA Sarimukti jauh sekali, sekitar 30 km dari pusat Kota Bandung ke arah Cikalong, apalagi kalau dari Cileunyi," lanjut dia.
Meski begitu, Chaerul tidak menampik kalau TPA memang membutuhkan lahan yang sangat luas. Kondisi ini tidak akan bisa ditemui di tengah kota.
"Kalaupun ada pasti harganya mahal dan pasti mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar," tambahnya.
Baca juga: Video Viral Kamar Kos Penuh Sampah, Apa Penyebabnya?