Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Doweng Bolo
Dosen

Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahyangan

Natal, Kisah "Sapiens" yang Rapuh

Kompas.com - 25/12/2022, 16:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NATAL adalah upaya memelihara peristiwa fundamental dari kemanusiaan, yakni kelahiran. Semua manusia pasti melewati fase ini. Ia adalah peristiwa keseharian manusia penghuni planet ini.

Andai tak ada kelahiran, maka ini menjadi alarm senjakala manusia di planet biru ini.

Bila kita membaca karya Yuval Noah Harari “Sapiens”, di bagian akhir karya, penulis brilian ini memberi isyarat bahwa Homo sapiens yang tujuh puluh ribu tahun lalu bukan makhluk signifikan penghuni salah satu sudut Afrika, namun kini menjadi penguasa segenap planet dan meneror ekosistem planet bumi.

Ada kehancuran yang kita ciptakan sendiri. Ia mencatat “Sayang sekali, rezim Sapiens di bumi sejauh ini menghasilkan sedikit yang bisa kita banggakan. Kita telah menguasai alam sekitar, meningkatkan produksi makanan, membangun kota-kota, mendirikan imperium-imperium, dan menciptakan jaringan perdagangan yang jauh. Namun, apakah kita menurunkan penderitaan di dunia?”.

Jawaban untuk pertanyaan itu bagi Harari “tidak menyakinkan” karena berbagai kemajuan yang diraih manusia menjadi ancaman serius bagi manusia, terutama bagi ekosistem dunia ini.

Di sisi lain, untuk perihal masa depan tujuan manusia adalah tetap tak pasti. Demikian juga segala pencapaian hebat ini tetap tak membawa kebahagian sebagaimana yang sudah-sudah, demikian Harari.

Mengapa ini terjadi, Harari di akhir karyanya menyatakan secara tersirat original sin manusia sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Kejadian, yaitu “manusia ingin menjadi seperti Tuhan”.

Simak percakapan manusia dengan ular sang penggoda di Taman Firdaus sebelum manusia memakan buah “Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”:

“Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 2:4-5).

Sikap “ingin menjadi seperti Tuhan ini” membuat manusia abai mengambil tanggungjawab terhadap segenap makhluk.

Tanggungjawab utama itu adalah memelihara seluruh ciptaan itu. Namun, yang acapkali terjadi seringkali sebaliknya.

Ilmu dan sains menjadi ancaman tersendiri bukan karena temuan itu pada dirinya sendiri, tetapi karena manusia tak cukup bertanggungjawab atas hal itu.

Demikian juga pengetahuan keagamaan tak dipakai untuk melahirkan kehidupan yang lebih baik dengan menguatkan tanggungjawab kita sebagai manusia, tetapi menjadi ajang pemisahan dan permusuhan antarmanusia ciptaan Tuhan.

Manusia beragama juga acap kali terjebak ingin menjadi seperti Tuhan menentukan seseorang atau sekelompok orang itu berdosa atau tidak, wilayah yang sebenarnya menjadi hak absolut Tuhan.

Bila manusia telah masuk ke wilayah ini berarti dia mengabaikan tanggungjawab utamanya memelihara kehidupan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com