KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan mencopot Hakim Konstitusi Aswanto dengan tidak memperpanjang masa jabatannya.
Pencopotoan Aswanto ditandai dengan pengesahan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Muhammad Guntur Hamzah untuk menggantikan Aswanto dalam rapat paripurna DPR, Kamis (29/9/2022).
Pengesahan itu cukup mengejutkan lantaran hal tersebut tidak termasuk ke dalam agenda rapat paripurna DPR.
Baca juga: Ramai soal Menkes Terawan, Kemenkes: Pak MK, Alhamdulillah Sehat
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (30/9/2022), Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan alasan pencopotan Aswanto yang merupakan keputusan politik.
Menurutnya, kinerja Aswanto juga dinilai mengecewakan. Sebab, ada produk-produk dari DPR yang dibatalkan secara sepihak.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh," ucapnya.
Baca juga: Sosok Aswanto, Hakim MK yang Mendadak Diberhentikan karena Kerap Anulir Produk DPR
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menuturkan, pencopotan Aswanto dari jabatan sebagai Hakim Konstitusi oleh DPR RI adalah peragaan politik kekuasaan yang melanggar UU dan merusak independensi hakim dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, berdasarkan UU Mahkamah Konstitusi, mekanisme pemberhentian jabatan Hakim Konstitusi dilakukan saat masa jabatan telah habis atau telah mencapai usia 70 tahun sebagaimana norma yang dibuat sendiri oleh DPR dalam revisi ketiga UU MK.
"Jika pun pemberhentian itu dilakukan di tengah masa jabatan, karena tersandung pelanggaran etik atau melakukan tindak pidana, maka pemberhentian hanya bisa dilakukan melalui Keputusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi," terang Ismail kepada Kompas.com, Jumat (30/9/2022).
Baca juga: Mereka yang Terjerat Korupsi Tahun Ini, dari Rektor hingga Hakim Agung
Langkah DPR mencopot Aswanto dari Hakim MK justru mengabaikan seluruh ketentuan yang termaktub dalam UU MK itu.
"Pencopotan Aswanto jelas menggambarkan penggunaan nalar kekuasaan yang membabi buta," tandas Ismail.
"Peragaan nalar sebagaimana diadopsi DPR akan membonsai kelembagaan dan hakim-hakim MK, khususnya yang berasal dari jalur DPR dan Presiden, karena posisi DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU," jelas dia.
Baca juga: DPR Ganti Hakim MK Aswanto, Mahfud Enggan Ikut Campur
Adapun alasan pencopotan sebagaimana disampaikan oleh Bambang Wuryanto, Ismail menilai bahwa pernyataan tersebut justru keliru dan menyesatkan.