KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) tampak kerap turun tangan dalam sejumlah perang atau konflik militer yang terjadi antarnegara.
Konflik tersebut, seperti di Vietnam (Vietnam Utara dan Vietnam Selatan), Korea (Korea Selatan dan Korea Utara), perang Teluk (Irak dan Kuwait), hingga Rusia dan Ukraina.
Mengapa AS turut terlibat dalam perang Rusia dan Ukraina?
Baca juga: Invasi Rusia, Didasari Ukraina yang Enggan Urungkan Niat Bergabung dengan NATO
Menanggapi hal ini, Pengamat hubungan internasional Dinna Prapto Raharja menyebut, Amerika Serikat merupakan negara yang sejak memenangkan Perang Dingin dari Uni Soviet, merasa menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia.
Padahal, dunia terus berkembang, politik terus mengalir, dan Uni Soviet yang ketika itu kalah, hari ini menjadi Rusia, yang tidak bisa juga dianggap negara biasa.
"Naluri Rusia tetap sebagai negara besar. Sebagai salah satu pemilik senjata nuklir dan pemegang hak veto di PBB, Rusia tetap menjadi ancaman bagi AS," ujar Dinna, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/3/2022).
Hal yang sama juga dapat dilihat pada China yang juga bisa saja mengancam posisi AS.
"China meskipun mengklaim tidak mengancam AS, tetap tidak bisa dihindarkan, ketika tumbuh akan dianggap sebagai ancaman bagi AS," ujar pendiri Synergy Policies ini.
Untuk saat ini, China, AS, Rusia, Perancis, dan Inggris disebut sebagai negara yang keadidayaannya diakui pasca-perang Dunia II.
Baca juga: Apple, Google, dan Sederet Merek yang Hentikan Bisnisnya di Rusia
Dalam konteks perang Rusia Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari lalu, keberadaan Amerika Serikat disebut sebagai bagian dari kecenderungan negara itu mempertahankan hegemoninya sebagai negara adidaya satu-satunya di dunia pasca-perang dingin.
Tak hanya itu, keterlibatannya juga sebagai bagian dari kecenderungan AS mengambil keuntungan atas ketidakstabilan Ukraina agar tidak sampai jatuh ke tangan Rusia.
Dinna menjelaskan, sejak lama Ukraina ada dalam kondisi yang kompleks dan tidak stabil.
"Di dalam negerinya, Ukraina meskipun dulunya termasuk negara pendiri Uni Soviet, pasca-perang dingin justru menjadi negara yang relatif miskin. Posisi geografisnya yang berbatasan dengan Rusia membuat dia terpinggirkan juga dari EU (Uni Eropa) apalagi NATO (North Atlantic Treaty Organization)," jelas dia.
Ada sejumlah alasan yang membuat dua organisasi besar itu tak begitu melirik Ukraina menjadi anggotanya.
"EU yang kerjasama ekonomi tidak mempertimbangkan Ukraina mampu mengejar kemampuan negara-neggara EU lain. Sementara untuk NATO yang urusannya pertahanan dan keamanan pertimbangannya lain lagi. NATO urusannya adalah rasa aman Rusia yang notabene persis di seberang pagar," jelas Dinna.
Baca juga: Sosok Ramzan Kadyrov, Pemimpin Chechnya yang Bantu Rusia Serang Ukraina