Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Masuk Musim Kemarau tapi Hujan Masih Turun, Kok Bisa?

Kompas.com - 27/06/2021, 17:20 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

KOMPAS.com - Memasuki akhir Mei hingga awal Juni, umumnya Indonesia sudah memasuki musim kemarau.

Namun sudah hampir akhir bulan Juni, hujan dengan intensitas cukup tinggi mengguyur banyak wilayah di Indonesia. Kok bisa?

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), melihat perkembangan musim kemarau saat ini 56 persen wilayah Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau.

Di antaranya di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, sebagian Wilayah Jawa, Sumatera bagian Selatan, Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Papua.

Baca juga: Sampai Kapan Hujan di Musim Kemarau akan Berlangsung?

Namun, terkait hujan di sebagian wilayah di awal musim kemarau ini, Prakirawan BMKG Gumilang Derandyan mengatakan, perlu diketahui bahwa di Indonesia sendiri terdapat tiga tipe pola hujan.

Ketiga tipe pola hujan tersebut yakni Monsun, Equatorial dan Lokal. Pola hujan tipe Monsun bulan Juni berada pada periode musim kemarau.

Baca juga: Hujan Salah Musim, Puisi Sapardi, dan Krisis Iklim

Sedangkan, pada tipe Ekuatorial dan Lokal, pada bulan Juni ini berada pada periode musim hujan.

"Sehingga wilayah Indonesia yang (berada) dekat ekuator dan (wilayah) timur Indonesia masih terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat," kata Gumilang seperti dikutip Kompas.com melalui kanal YouTube resmi BMKG.

Adapun, prediksi hujan bulanan pada bulan Juni 2021 ini menunjukkan bahwa di sebagian besar wilayah Indonesia bagian Timur seperti wilayah sebagian Papua, sebagian kecil Sulawesi masih berpotensi terjadi hujan sebesar 300-500 mm per bulan.

Baca juga: Malam Ini Puncak Hujan Meteor Bootid, Begini Cara Menyaksikannya!

Penyebab hujan di musim kemarau

Dijelaskan Gumilang, setidaknya beberapa faktor penyebab hujan di musim kemarau di sebagian wilayah di Indonesia pada tahun 2021 ini, antara lain sebagai berikut:

  • Suplai basah

Berdasarkan pengamatan nilai Indeks Indian Dipole menunjukkan bahwa 2 minggu terakhir yaitu pada awal bulan Juni 2021, indeks tersebut bernilai negatif sedang.

Hal ini mengindikasikan suplai uap air basah dari Samudra Hindia memengaruhi pembentukan awan konvektif, khususnya di pesisir barat Sumatera dan Jawa bagian barat untuk beberapa minggu ke depan.

  • Anomali suhu muka laut

Berikutnya adalah anomali suhu muka laut pada bulan Juni 2021, yang diprediksi pada kondisi netral dan mulai bernilai positif pada bulan Juli 2021.
Meski demikian, anomali suhu muka laut yang bernilai positif pada Juli 2021 masih berada di sekitar wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua.

"Sehingga probabilitas pertumbuhan awan hujan masih cenderung besar di wilayah tersebut," kata dia.

Baca juga: Penjelasan BMKG dan Lapan soal Hujan yang Masih Turun di Musim Kemarau

  • Aktivitas gelombang ekuator

Faktor ketiga adalah adanya aktivitas gelombang ekuator yang diperkirakan masih aktif di wilayah utara dan tengah Indonesia selama akhir pekan lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com