Sayangnya, tidak diketahui pasti kapan prasasti ini dibuat, karena nama raja dan angka tahunnya tidak ada.
Diduga, Prasasti Kedengan merupakan bagian dari serangkaian prasasti yang hingga kini belum ditemukan.
Apabila diamati langgam bahasanya, isi prasasti ini mirip dengan Prasasti Biluluk (1366) dan Prasasti Renek (1379), yang berasal dari pemerintahan Prabu Hayam Wuruk.
Prasasti Kedengan terbuat dari lempengan tembaga berukuran 45,5 x 12,5 cm, dengan tebal sekitar 2,4 mm.
Tidak diketahui pasti kapan dan di mana prasasti ini ditemukan. Keberadaannya diketahui setelah disimpan oleh seorang warga Bojonegoro, Jawa Timur.
Isi Prasasti Kedengan ditulis menggunakan bahasa dan aksara Jawa Kuno pada kedua sisi lempengannya.
Pada masing-masing sisinya, terpahat empat baris tulisan yang masih dapat dibaca dengan jelas.
Berikut ini isi Prasasti Kedengan yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Sisi depan
Demikianlah, ludan tutan (sejenis denda, hukuman), angsa angsa (yang berkaitan dengan keturunan, wakaf, cekcok antara keluarga atau umat), denda-mendenda (pukul-memukul), mencerca tidak mendapat tekanan (sangsi, buyut, beban) di
Kedengan. Harap waspada (mengetahui) hal itu. Demikian pula semua golongan kilalan (orang asing, petugas tertentu), pemukul genderang (manadahi), tarimba (kelompok orang tertentu), pemain topeng (matapukan)
pelawak (mabanol), salahan (kelompok orang tertentu), warga di dalam, dan sembarang (siapa saja) warga, dari mana pun juga asalnya (desanya)
dan bagaimana pun pula perangainya apabila bertempat tinggal di desa perdikan Kedengan, supaya mengetahui segala peraturan (sangsi, beban buyut) Desa Kedengan tersebut.
Segala macam sukha-dukha-nya (delik hukum, peraturan hukum dengan segala akibatnya). Dan lagi anugerah Paduka Sri Maharaja kepada penduduk Kedengan, yaitu (mereka) diperbolehkan makan makanan raja (rajamangsa)
seperti: kambing (wdus gunting), anjing (hasu tugel), celeng (karung puli), kura-kura (badawang), diperbolehkan mempunyai hamba (hu-lun: budak) orang pujut, boleh mempunyai hamba
orang bondan, boleh mempunyai hamba dayang-dayang (dayang), boleh mempunyai hamba orang cebol (cabol), bungkuk (wungkuk), boleh menjamah (menangkap, mempunyai) anak hamba (rakyat)
boleh melakukan tujul, boleh menemui wanita larangan (istri larangan), boleh berdagang segala macam dagangan.
Isi pokok Prasasti Kedengan menyebutkan anugerah Paduka Sri Maharaja (namanya tidak diketahui) kepada Desa Kedengan, yang diangkat statusnya menjadi desa sima (wilayah bebas pajak).
Tidak diketahui alasan Desa Kedengan dijadikan sima, demikian pula letak desa tersebut sekarang ini.
Hal yang menarik dari isi Prasasti Kedengan adalah anugerah yang diterima penduduk Kedengan dari raja.
Banyak sekali anugerah yang diberikan oleh raja, di antaranya:
Penduduk desa dibolehkan makan makanan raja seperti daging kambing, anjing, celeng, dan kura-kura.
Penduduk desa dibolehkan mempunyai budak orang pujut, bondan, dayang, orang cebol, dan orang bungkuk
Penduduk desa boleh menjamah anak hamba dan menemui wanita larangan
Penduduk desa boleh berdagang segala macam barang dagangan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Metafora Medea dalam Politikhttps://www.kompas.com/stori/read/2023/11/05/130000079/metafora-medea-dalam-politikhttps://asset.kompas.com/crops/CKVPMGx8_lCemeIif372Nlp-WuI=/0x0:1280x853/195x98/data/photo/2021/09/16/61434f8da922a.jpg