RUPERT Mayer (1876-1945) adalah seorang imam Jesuit yang menjadi salah satu tokoh ikonik Gereja Katolik Jerman karena keberaniannya melawan rezim NAZI.
Salah satu penggalan episode hidupnya yang cukup menarik adalah perjumpaannya dengan Adolf Hitler pada 1919.
Ketika itu, Hitler adalah seorang mantan tentara berpangkat kopral yang baru saja bergabung menjadi anggota partai DAP (Deutsch Arbeitspartei). Ini adalah cikal bakal dari NSDAP atau yang lebih dikenal dengan sebutan NAZI.
Mayer dan Hitler hadir di dalam forum tersebut. Secara bergantian, mereka menyampaikan kritikan terhadap paham komunisme.
Mayer menguliti komunisme dari sudut pandang agama. Setelah itu, Hitler menguliti komunisme dari sudut pandang politik.
Setelah pertemuan tersebut, Mayer beberapa kali menghadiri forum politik yang diadakan oleh partai DAP/NSDAP di mana Hitler tampil sebagai seorang orator. Mayer cukup intens memperhatikan sosok Hitler.
Meskipun sama-sama menentang komunisme, Mayer bukanlah pendukung Hitler. Mayer sudah mengendus bau busuk ideologi NAZI ketika DAP/NSDAP masih menjadi partai kecil.
Rupert Mayer adalah seorang imam yang memiliki nyali sangat besar. Secara terang-terangan, dia mengkritik keras ideologi NAZI di hadapan para pendukung NSDAP.
Inti sari dari kritiknya adalah bahwa seorang Katolik tidak mungkin menjadi pengikut NAZI. Mayer (1991) juga mengatakan "Memang, Hitler adalah seorang orator ulung. Akan tetapi, dia hanya seorang provokator…“.
Ucapan Mayer ini menyulut emosi para pendukung Hitler. Merekapun mengusir Mayer sambil mengucapkan kata-kata kasar.
Kritik Mayer menyulut reaksi keras dari partai NSDAP. Surat kabar Völkische Beobachter yang merupakan alat propaganda NSDAP menyebarluaskan fitnah bahwa Mayer merupakan seorang provokator berkostum imam dan seorang public enemy di kalangan umat Katolik (Gritschneder, 1987).
Sosok Rupert Mayer merupakan batu sandungan bagi partai NSDAP untuk menarik dukungan politik dari kalangan umat Katolik.
Sejak awal, Mayer sudah mencium gelagat adanya unsur rekayasa pencitraan Hitler. Di dalam buku hariannya, Mayer (1991) menuliskan demikian:
"Dia (Hitler) selalu menjadi pusat perhatian, semua mata harus tertuju kepadanya. Begitulah
dirinya ditampilkan di media cetak, pertemuan-pertemuan, pawai, dsb… Selain itu, dalam
setiap penampilannya selalu tampak seperti sebuah Pose (semacam rekayasa). Aku sudah
merasakan hal ini sejak sebelum tahun 1923. Semakin lama aku semakin yakin bahwa orang
seperti Hitler benar-benar hanya seorang yang dihinggapi oleh histeria."