Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Seorang Jesuit Berjumpa dengan Hitler

Kompas.com - 05/11/2023, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RUPERT Mayer (1876-1945) adalah seorang imam Jesuit yang menjadi salah satu tokoh ikonik Gereja Katolik Jerman karena keberaniannya melawan rezim NAZI.

Salah satu penggalan episode hidupnya yang cukup menarik adalah perjumpaannya dengan Adolf Hitler pada 1919.

Ketika itu, Hitler adalah seorang mantan tentara berpangkat kopral yang baru saja bergabung menjadi anggota partai DAP (Deutsch Arbeitspartei). Ini adalah cikal bakal dari NSDAP atau yang lebih dikenal dengan sebutan NAZI.

Perjumpaan dengan Hitler

Rupert Mayer Wikimedia Rupert Mayer
Perjumpaan Mayer dan Hitler terjadi pada 1919 di kota München. Perjumpaan ini terjadi di dalam forum diskusi politik yang diadakan oleh para pendukung komunisme.

Mayer dan Hitler hadir di dalam forum tersebut. Secara bergantian, mereka menyampaikan kritikan terhadap paham komunisme.

Mayer menguliti komunisme dari sudut pandang agama. Setelah itu, Hitler menguliti komunisme dari sudut pandang politik.

Setelah pertemuan tersebut, Mayer beberapa kali menghadiri forum politik yang diadakan oleh partai DAP/NSDAP di mana Hitler tampil sebagai seorang orator. Mayer cukup intens memperhatikan sosok Hitler.

Meskipun sama-sama menentang komunisme, Mayer bukanlah pendukung Hitler. Mayer sudah mengendus bau busuk ideologi NAZI ketika DAP/NSDAP masih menjadi partai kecil.

Rupert Mayer adalah seorang imam yang memiliki nyali sangat besar. Secara terang-terangan, dia mengkritik keras ideologi NAZI di hadapan para pendukung NSDAP.

Inti sari dari kritiknya adalah bahwa seorang Katolik tidak mungkin menjadi pengikut NAZI. Mayer (1991) juga mengatakan "Memang, Hitler adalah seorang orator ulung. Akan tetapi, dia hanya seorang provokator…“.

Ucapan Mayer ini menyulut emosi para pendukung Hitler. Merekapun mengusir Mayer sambil mengucapkan kata-kata kasar.

Kritik Mayer menyulut reaksi keras dari partai NSDAP. Surat kabar Völkische Beobachter yang merupakan alat propaganda NSDAP menyebarluaskan fitnah bahwa Mayer merupakan seorang provokator berkostum imam dan seorang public enemy di kalangan umat Katolik (Gritschneder, 1987).

Sosok Rupert Mayer merupakan batu sandungan bagi partai NSDAP untuk menarik dukungan politik dari kalangan umat Katolik.

Sejak awal, Mayer sudah mencium gelagat adanya unsur rekayasa pencitraan Hitler. Di dalam buku hariannya, Mayer (1991) menuliskan demikian:

"Dia (Hitler) selalu menjadi pusat perhatian, semua mata harus tertuju kepadanya. Begitulah
dirinya ditampilkan di media cetak, pertemuan-pertemuan, pawai, dsb… Selain itu, dalam
setiap penampilannya selalu tampak seperti sebuah Pose (semacam rekayasa). Aku sudah
merasakan hal ini sejak sebelum tahun 1923. Semakin lama aku semakin yakin bahwa orang
seperti Hitler benar-benar hanya seorang yang dihinggapi oleh histeria."

Menurut sejarawan Ian Kernshaw (1980), daya pikat atau pesona Hitler merupakan perpaduan antara rekayasa artistik dan juga kerinduan mesianistik politik dari bangsa Jerman kala itu.

Penentang rezim Hitler

Sejak 1916, Mayer berkarya di kota München. München adalah tempat kelahiran partai NSDAP. Pada 1921, Rupert Mayer diangkat sebagai pimpinan sekaligus pendamping Marianischen Männerkongregation (Kongregasi Maria kelompok pria).

Nyali Rupert Mayer dalam melawan ideologi NAZI tidak kendur sama sekali meskipun Hitler sudah menjadi penguasa politik Jerman sejak 1933.

Pada awal pemerintahan, Hitler berusaha menarik simpati dari kalangan umat Katolik. Hitler memanfaatkan isu ancaman Komunisme dan Liberalisme dengan menampilkan diri sabagai pelindung Gereja Katolik.

Pada 1933, Konkordat antara pemerintah Jerman dan pihak Vatikan berhasil disepakati. Hitler menjamin kebebasan dan eksistensi dari lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Gereja Katolik.

Setelah berkuasa, Hitler mulai melancarkan kampanye dan kebijakan antiagama. Gereja Katolik menjadi sasaran dari kampanye antiagama.

Rezim NAZI melarang orangtua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah Katolik. Karya-karya sosial Gereja Katolik juga menjadi sasaran kampanye antiagama.

Rupert Mayer menjadi salah satu garda terdepan dalam menghadapi propaganda rezim NAZI. Sang pastor ini memang memiliki nyali yang cukup besar.

Tanpa rasa takut, Rupert Mayer mendatangi forum-forum para pendukung NSDAP untuk beradu argumentasi.

Ketika itu, NSDAP bukan lagi partai lagi, tetapi sudah menjadi partai penguasa. Karena kenekatan ini, Rupert Mayer beberapa kali hampir menjadi sasaran amuk dari para pendukung NSDAP.

Selain itu, Rupert Mayer dengan tajam menyuarakan kritiknya terhadap ideologi NAZI dan rezim Hitler di mimbar Gereja. Rupert Mayer adalah seorang yang sangat populer di kalangan orang Katolik dan kotbahnya mampu memikat banyak orang.

Kenekatan Mayer ini mendapat perhatian khusus dari Gestapo (polisi rahasia). Mayer dianggap sebagai orang yang berbahaya karena dapat mendorong masyarakat untuk melawan rezim NAZI.

Pada 6 Mai 1936, Mayer dipanggil oleh Gestapo. Pihak Gestapo secara persuasif meminta Mayer untuk menghentikan kritikannya terhadap ideologi NAZI.

Sebuah ancamanpun dilayangkan kepada Mayer jika tidak menuruti kemauan Gestapo. Namun, Mayer tidak mengindahkan ancaman tersebut.

Satu tahun kemudian, Gestapo mengeluarkan surat larangan berbicara di depan umum di luar gedung Gereja pada April 1937.

Pada 28 Mei 1937, pihak Gestapo melarang Mayer untuk berkotbah di dalam gereja. Larangan ini tidak digrubris oleh Mayer.

Setiap saat, Gestapo dapat menangkap dan menjebloskan Mayer ke dalam penjara. Mayerpun sudah memperhitungkan hal ini. Barang-barang yang akan dibawa ke penjara sudah dimasukkan ke dalam tas.

Akhrinya, Gestapo mendatangi Rupert Mayer pada 5 Juni 1937. Mayerpun dijebloskan ke penjara. Atasan Mayer, Augustin Rösch S.J, melobi Dr. Wather Stepp, pimpinan Gestapo München untuk membebaskan Mayer.

Pihak Gestapo bersedia membebaskan Mayer dengan syarat Mayer dilarang berbicara di depan umum, termasuk berkotbah di gereja.

Tawaran ini dilayangkan secara persuasif beberapa kali oleh pihak Gestapo kepada Mayer. Akan tetapi, Mayer menolak mentah-mentah tawaran tersebut.

Pada 9 Juni 1937, Rupert Mayer memberikan penegasan secara tertulis kepada Gestapo "Saya menyatakan bawa saya tetap akan berkotbah seandainya saya dibebaskan dan meskipun saya mendapat larangan resmi untuk berkotbah…" (Gritschneder, 1987).

Karena tekadnya ini, pihak Gestapo akhirnya mengadili Mayer. Meskipun dinyatakan bersalah oleh pihak pengadilan, Mayer dibebaskan pada Juli 1937.

Gestapo menangani Mayer dengan sangat hati-hati. Mayer adalah sosok yang sangat populer dan berpengaruh di kalangan umat Katolik di kota München.

Setelah keluar dari penjara, Mayer tetap mengkritisi ideologi NAZI di dalam kotbah-kotbahnya. Karena hal ini, Mayer kembali ditangkap oleh Gestapo pada 5 Januari 1938.

Selama kurang lebih empat bulan, Mayer mendekam di penjara sebelum dibebaskan pada 3 Mei 1938.

Meskipun dipenjara dua kali, nyali Mayer tetap tidak surut untuk melawan rezim NAZI. Kotbah-kotbahnya tetap menguliti kebobrokan ideologi NAZI.

Pada 3 November 1939, Mayer dijemput oleh Gestapo dan dijebloskan ke penjara lagi. Mayer kemudian dideportasi ke kamp konsentrasi Sachsenhausen.

Karena persoalan kesehatan, Gestapo mengirim Mayer ke biara Ettal untuk menjalani tahanan rumah. Sebagai tahanan rumah, Mayer diawasi dengan ketat oleh Gestapo dan tidak diperbolehkan untuk berkotbah. Selama lima tahun, Mayer menjalani tahanan rumah.

Pada Mei 1945, Mayer dibebaskan dari tahanan rumah setelah pihak Jerman menyerah kepada tentara sekutu.

Mayer kembali berkarya di kota München sebagai pendamping rohani Marianischen Männerkongregation.

Pada 1 November 1945, Mayer memimpin perayaan Ekaristi pagi. Ketika sedang berkotbah, tiba-tiba terjatuh. Mayer terkena serangan jantung dan akhirnya meninggal beberapa saat kemudian.

Rupert Mayer dimakamkan di pemakaman Jesuit di Pullach. Pemakaman Mayer dihadiri oleh ribuan pelayat.

Karena keberaniannya menentang rezim NAZI, Mayer dikenang sebagai "Rasul dari München“. Pada 3 Mei 1987, Rupert Mayer diangkat sebagai Beato oleh Paus Johannes Paulus II. Setiap tanggal 3 November, Gereja Katolik di Jerman memperingati pesta nama Rupert Mayer SJ.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com