Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta

Kompas.com - 11/10/2023, 17:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Piagam Jakarta adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disahkan pada 22 Juni 1945.

Tokoh yang merumus Piagam Jakarta adalah Panitia Sembilan. Sementara itu, nama Piagam Jakarta diusulkan oleh Mohammad Yamin pada 10 Juli 1945 atau pada Sidang BPUPKI Kedua.

Dalam perkembangannya, Piagam Jakarta sempat mengalami perubahan.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan sidang untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

Alasannya karena beberapa pihak keberatan dengan tujuh kata tersebut. Tokoh-tokoh dalam Panitia Sembilan telah mengusulkan pemisahan agama dan negara.

Salah satu tokoh penting di balik penghapusan tujuh kata tersebut adalah Ki Bagus Hadikusumo.

Baca juga: Sejarah Piagam Jakarta dan Isinya

Mengapa tujuh kata Piagam Jakarta dihapus?

Secara keseluruhan, isi Piagam Jakarta sama dengan Pembukaan UUD 1945.

Hanya, ada perbedaan pada perumusan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta.

Isi Piagam Jakarta yang dibuat oleh Panitia Sembilan adalah:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Tujuh kata yang berbunyi, "....dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" sempat menuai perdebatan.

Tujuh kata ini yang kemudian disebut sebagai "Tujuh kata dalam Piagam Jakarta".

Beberapa wakil Protestan dan Katolik merasa keberatan dengan bunyi sila pertama Piagam Jakarta.

Menanggapi protes tersebut, Mohammad Hatta kemudian menemui beberapa pemimpin Islam untuk membicarakan hal tersebut, yakni Ki Bagus Hadikusuma, Wahid Hasjim, Kasman Singodimedjo, dan Teungku Muhammad Hasan dalam Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Hasilnya, mereka sepakat untuk menghilangkan kalimat yang dipermasalahkan dan menggantinya dengan Ketuhanan yang Maha Esa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com