KOMPAS.com - Ketegangan rasial yang menghantui Malaysia telah mencapai puncaknya dalam peristiwa tragis pada 13 Mei 1969.
Peristiwa tersebut tidak hanya merenggut nyawa ratusan orang, tetapi juga meninggalkan luka mendalam di ingatan kolektif masyarakat Malaysia.
Bagaimana ketegangan rasial merajalela, menciptakan kerusuhan yang mematikan, dan menggiring Malaysia ke dalam masa yang penuh tantangan?
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kerusuhan Rasial 13 Mei 1969 di Malaysia
Pada 10 Mei 1969, Malaysia mengadakan pemilihan umum yang menciptakan gejolak dalam politik negara tersebut.
Pertarungan sengit terjadi antara koalisi Aliansi yang berkuasa dengan dipimpin oleh United Malays National Organization (UMNO) dengan partai-partai oposisi dalam Democratic Action Party (DAP) dan Gerakan.
Kelompok oposisi Gerakan memiliki basis dukungan kuat dari komunitas Tionghoa di Malaysia.
Koalisi Aliansi mengalami kekalahan besar pada pemilu ini, setelah selalu menang sejak 1955.
Sementara itu, partai-partai oposisi, terutama DAP dan Gerakan, meraih dukungan yang signifikan dalam pemilihan ini, sehingga memiliki hak untuk mengadakan pawai kemenangan di Kuala Lumpur.
Namun, perayaan hasil pemilu dengan cepat berubah menjadi aksi provokatif yang menciptakan ketegangan di antara berbagai kelompok masyarakat di Malaysia.
Peserta pawai kemenangan membawa spanduk dan poster yang penuh dengan cemoohan rasial terhadap penduduk setempat, terutama orang Melayu.
Salah satu spanduk yang mencolok berisi tulisan "Malai Si" yang secara kasar berarti "Mampus Melayu" dalam bahasa China.
Keadaan semakin memanas ketika berita palsu menyebar tentang pembunuhan orang Melayu oleh masyarakat keturunan China di Setapak, beberapa mil di utara Kuala Lumpur.
Baca juga: Tanggal 13 Mei Hari Memperingati Apa?
Ketegangan yang semakin memuncak akhirnya meledak dalam bentuk kerusuhan mengerikan pada 13 Mei 1969.
Kelompok-kelompok Melayu yang marah. Anggota organisasi yang membela nasib orang Melayu, seperti Gang Parang Terbang, Gang Parang Panjang, Gang Sungai Manik, Gang Selendang Merah, serta ratusan orang Melayu lainnya berkumpul bersama dengan satu tujuan, yaitu merencanakan tindakan balasan terhadap komunitas Tionghoa.
Kerusuhan ini dengan cepat meluas ke berbagai bagian di Kuala Lumpur dan wilayah sekitarnya.