Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Konflik Rasial dalam Peristiwa 13 Mei di Malaysia

Kompas.com - 14/09/2023, 14:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketegangan rasial yang menghantui Malaysia telah mencapai puncaknya dalam peristiwa tragis pada 13 Mei 1969.

Peristiwa tersebut tidak hanya merenggut nyawa ratusan orang, tetapi juga meninggalkan luka mendalam di ingatan kolektif masyarakat Malaysia.

Bagaimana ketegangan rasial merajalela, menciptakan kerusuhan yang mematikan, dan menggiring Malaysia ke dalam masa yang penuh tantangan?

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kerusuhan Rasial 13 Mei 1969 di Malaysia

Latar belakang

Pada 10 Mei 1969, Malaysia mengadakan pemilihan umum yang menciptakan gejolak dalam politik negara tersebut.

Pertarungan sengit terjadi antara koalisi Aliansi yang berkuasa dengan dipimpin oleh United Malays National Organization (UMNO) dengan partai-partai oposisi dalam Democratic Action Party (DAP) dan Gerakan.

Kelompok oposisi Gerakan memiliki basis dukungan kuat dari komunitas Tionghoa di Malaysia.

Koalisi Aliansi mengalami kekalahan besar pada pemilu ini, setelah selalu menang sejak 1955.

Sementara itu, partai-partai oposisi, terutama DAP dan Gerakan, meraih dukungan yang signifikan dalam pemilihan ini, sehingga memiliki hak untuk mengadakan pawai kemenangan di Kuala Lumpur.

Namun, perayaan hasil pemilu dengan cepat berubah menjadi aksi provokatif yang menciptakan ketegangan di antara berbagai kelompok masyarakat di Malaysia.

Peserta pawai kemenangan membawa spanduk dan poster yang penuh dengan cemoohan rasial terhadap penduduk setempat, terutama orang Melayu.

Salah satu spanduk yang mencolok berisi tulisan "Malai Si" yang secara kasar berarti "Mampus Melayu" dalam bahasa China.

Keadaan semakin memanas ketika berita palsu menyebar tentang pembunuhan orang Melayu oleh masyarakat keturunan China di Setapak, beberapa mil di utara Kuala Lumpur.

Baca juga: Tanggal 13 Mei Hari Memperingati Apa?

Kerusuhan mematikan

Ketegangan yang semakin memuncak akhirnya meledak dalam bentuk kerusuhan mengerikan pada 13 Mei 1969.

Kelompok-kelompok Melayu yang marah. Anggota organisasi yang membela nasib orang Melayu, seperti Gang Parang Terbang, Gang Parang Panjang, Gang Sungai Manik, Gang Selendang Merah, serta ratusan orang Melayu lainnya berkumpul bersama dengan satu tujuan, yaitu merencanakan tindakan balasan terhadap komunitas Tionghoa.

Kerusuhan ini dengan cepat meluas ke berbagai bagian di Kuala Lumpur dan wilayah sekitarnya.

Polisi dan aparat keamanan kesulitan untuk mengendalikan situasi yang semakin memburuk.

Selama kerusuhan tersebut, terjadi pembakaran bangunan, perampokan toko emas China dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa.

Data resmi dari otoritas Malaysia mencatat bahwa setidaknya 184 orang tewas akibat kerusuhan ini, 356 orang lainnya mengalami luka-luka, dan banyak kasus pembakaran serta kerusakan properti terjadi.

Baca juga: Isu Rasial di Balik Teknologi Pengenal Wajah

Polarisasi rasial dan politik

Peristiwa 13 Mei 1969 mencerminkan polarisasi rasial dan politik yang semakin memburuk di Malaysia pada saat itu.

Kampanye pemilihan umum telah memanas dengan para calon dan anggota partai politik, terutama dari oposisi yang memilih mengangkat isu-isu sensitif terkait bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu sebagai Bumiputera, dan hak-hak warga non-Melayu.

Partai Perikatan (UMNO-MCA-MIC) mengalami pukulan telak dalam Pemilihan Umum tahun 1969.

Jumlah kursi yang berhasil mereka raih di Dewan Rakyat (Parlemen) mengalami penurunan signifikan, dari 89 kursi pada 1964 menjadi hanya tersisa 66 kursi pada 1969.

Partai Perikatan kehilangan sebagian besar kursi-kursi yang mereka pegang sebelumnya, hampir mencapai dua pertiga.

Sementara itu, partai-partai oposisi seperti Partai Gerakan, DAP, dan PPP berhasil meraih total 25 kursi di Dewan Rakyat, sedangkan PAS mampu memenangi 12 kursi.

Hal ini menunjukkan perubahan dramatis dalam komposisi kekuatan politik di Malaysia yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Peristiwa tragis ini pun menjadi puncak dari ketegangan rasial dan politik yang semakin memburuk di seluruh Malaysia.

Masyarakat Melayu dan Tionghoa terpecah lebih jauh dan menciptakan luka yang dalam dalam sejarah Malaysia. Luka akibat konflik rasial ini bahkan belum sembuh sepenuhnya hingga hari ini.

Referensi:

  • Shamsuddin, K. A., Liaw, J. O. H., & Ridzuan, A. A. (2015). Malaysia: Ethnic issues and national security. International Journal of Humanities and Social Science, 5(9), 136-143.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com