Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Kekerabatan Suku Jawa

Kompas.com - 01/03/2023, 18:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suku Jawa adalah suku terbesar di Indonesia. Terhitung jumlahnya mencapai sekitar sepertiga dari populasi di Indonesia.

Suku Jawa umumnya terdapat di daerah-daerah berdirinya Kerajaan Mataram.

Suku Jawa memiliki aneka ragam kebudayaan. Selain itu, suku Jawa juga merupakan satu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama.

Hal ini dapat dilihat dari sistem kekerabatannya. Sistem kekerabatan suku Jawa adalah sistem bilateral.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan suku Jawa

Sistem kemasyarakatan masyarakat Jawa merupakan seperangkat aturan yang berlaku dalam masyarakat Jawa.

Menurut Koentjaraningrat, kesatuan paling dekat dan mesra adalah kekerabatan, yaitu keluarga inti yang dekat dan kaum kerabat lain.

Sistem kekerabatan suku Jawa berdasarkan pada prinsip bilateral.

Sistem kekerabatan bilateral adalah sistem keturunan yang ditarik dari garis ayah dan ibu (dua sisi), yang disebut ouderlijke. 

Dalam sistem ini, kedudukan anak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan.

Selain itu, sistem bilateral juga mendukung diberlakukannya perkawinan bebas.

Artinya, setiap orang boleh melakukan perkawinan dengan siapa saja sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan norma-norma agama.

Sistem kekerabatan bilateral juga menjunjung tinggi kesetaraan derajat, sehingga tidak ada perbedaan antara laki-laki atau perempuan.

Dengan sistem ini pula, jaringan kekerabatan seseorang bisa meluas, tidak hanya di suatu kampung saja, tetapi juga di kampung-kampung lain.

Dampak dari penerapan sistem kekerabatan bilateral adalah terjadinya sistem perkawinan eleutherogami, yaitu tidak adanya larangan perkawinan kecuali yang memiliki hubungan darah dekat.

Dikarenakan sistem perkawinan eleutherogami ini, lahirlah sifat perkawinan bilalokal yang membuat suami dan istri bebas memilih tempat tinggal mereka.

 

Referensi:

  • Thosibo, Anwar. (2002). Historiografi Perbudakan, Sejarah Perbudakan di Sulawesi Selatan Abad XIX. Magelang: IndonesiaTera.
  • Muhajir. (2022). Hak Waris Perempuan. Yogyakarta: Damera Press.
  • Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Sujanto. (1992). Refleksi Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com