KOMPAS.com - Orde Baru adalah rezim yang dipimpin oleh Presiden Soeharto yang berlangsung antara 1966-1998.
Orde Baru dikenal sebagai rezim yang otoriter dan militeristik, dengan tujuan untuk mencapai stabilitas politik dan keamanan negara.
Selama era Orde Baru berjalan, diterapkan beberapa kebijakan politik, seperti di antaranya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Fusi Partai Politik (Parpol).
Kebijakan politik yang diterapkan tentu memberikan dampak bagi bangsa Indonesia.
Lantas, apa dampak positif dari kebijakan politik pemerintahan Orde Baru?
Baca juga: Keberhasilan yang Dicapai Orde Baru
Pada masa Orde Baru, sistem pemerintahan lebih bersifat sentralistik, di mana segala sesuatu berpusat pada pemerintah.
Oleh sebab itu, pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam melaksanakan proses pembangunan.
Berkat sistem sentralistik ini, berbagai indikator pembangunan, seperti angka pertumbuhan ekonomi, angka pendapatan per kapita, nilai ekspor, dan hasil pembangunan infrastruktur menunjukkan hasil yang baik.
Hal ini dibuktikan dengan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pernah mencapai sekitar 7,7 persen per tahun.
Baca juga: Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Pemilihan umum (pemilu) pertama pada masa Orde Baru dilaksanakan pada 5 Juli 1971.
Pemilu ini diselenggarakan berdasarkan ketetapan MPRS Nomor XI Tahun 1966, yang seharusnya dilaksanakan paling lambat pada 6 Juli 1971.
Namun, Presiden Soeharto menyatakan pemilu tidak dapat dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan.
Oleh sebab itu, MPRS menjadwal ulang pemilu, yang jatuh pada 5 Juli 1971.
Selama periode Orde Baru, tercatat bahwa pemilu dilaksanakan enam kali, yakni pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Baca juga: Pemilu Tahun 1997: Peserta, Pelaksanaan, dan Pemenang
Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto menerapkan kebijakan fusi partai politik atau penyederhaan (penggabungan) partai pada 1973.