Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Menuju Generasi Emas: Stunting Istilah dan Dampaknya

Kompas.com - 25/01/2024, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Ni Ketut Aryastami

stunting merupakan masalah gizi yang menjadi issue strategis dalam kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia menuju generasi emas 2045.

Masalah ini tampaknya menjadi semakin rumit tatkala konsep dasar permasalahan tidak difahami secara benar dan upaya pencegahan dan penanggulangannya masih dijadikan sebagai isu politik, khususnya menyamgkut penurunan masalah dengan pengalokasian anggaran yang tidak sedikit.

Baca juga: Bukti Ilmiah ASI Eksklusif Bisa Bantu Cegah stunting

Mengapa stunting?

Kejadian stunting pada Balita membutuhkan proses yang cukup lama.

Awal permasalahan stunting dapat terjadi di dalam kandungan, di mana ibu mengalami masalah gizi kronis (yang dapat terjadi sejak Balita) ataupun masalah gizi akut, yang dapat terjadi ketika ibu sedang hamil mengalami masalah seperti sakit atau depresi sehingga mengganggu kesehatannya dan berimplikasi pada tidak optimalnya pertambahan berat badan dalam kehamilan.

Kondisi ini dapat menghambat transfer makanan ibu-janin via plasenta untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.

Indikasi terjadinya gangguan pertumbuhan janin dari perspektif gizi terlihat ketika bayi lahir mengalami berat badan lahir rendah atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 48 cm, atau lahir secara premature (misal akibat defisiensi zat besi).

Outcome kelahiran seperti ini membutuhkan perhatian yang serius agar bayi dapat mengejar tumbuh kembangnya (catch up growth).

Kementerian Kesehatan menyatakan pencegahan stunting jauh lebih efektif daripada pengobatan stunting.

Upaya pencegahan stunting dapat dilakukan melalui upaya promotive dan preventif dan di bidang Kesehatan Masyarakat bahkan jauh sebelum bayi terlahir, sementara pengobatan stunting memasuki ranah klinis medis melalui fasilitas pelayanan kesehatan.

Baca juga: Benarkah Konsumsi Telur Bisa Menurunkan Risiko stunting?

Pencegahan stuntingKemenkes RI Pencegahan stunting

Dalam intervensi masalah stunting dikenal istilah intervensi sensitif dan intervensi spesifik.

Intervensi sensitif yaitu intervensi yang dilakukan dari berbagai faktor yang tidak secara langsung berhubungan dengan masalah gizi (baca: stunting).

Sementara intervensi spesifik yaitu intervensi yang dilakukan dan membawa dampak langsung kepada status gizi anak.

Misalnya, memberikan makanan tambahan dan asupan gizi sesuai kebutuhannya, memberikan imunisasi sebagai benteng imunitas, memberikan tablet besi pada ibu hamil, dan lain-lain, yang dalam hal ini menjadi bagian teknis dari Kementerian Kesehatan dan jajarannya.

Intervensi gizi sensitif adalah intervensi yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya stunting melalui keterlibatan multi sektor seperti meningkatkan status ekonomi masyarakat, memberikan edukasi gizi pada keluarga, ketersediaan pangan di masyarakat, kesehatan lingkungan, ketersediaan air bersih, dll.

Indikator stunting dan pemahaman

Tidak banyak yang memahami masalah stunting secara mendasar. Stunting secara pertumbuhan dapat dilihat dari ukuran tubuh anak yang pendek dibandingkan dengan ukuran tubuh rata-rata anak seusianya.

Baca juga: Bagaimana Anak Mengalami stunting dan Kapan Waktu Terbaik Mencegahnya?

Ada faktor lain yang bisa diobservasi dalam tumbuh kembang anak, yaitu kecerdasan anak yang juga lebih rendah dari kelompoknya. Kondisi ini yang menyebabkan Indonesia berjuang keras untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting.

Banyak yang belum dipahami oleh kader dan petugas, ketika seorang ibu menolak anaknya dikatakan stunting dan tidak mau mengambil intervensi yang disediakan karena ibu merasa anaknya tumbuh cerdas meskipun ukuran tubuhnya pendek.

Secara teoritis, faktor keturunan atau genetik memang tidak bisa diabaikan, yang menurut hasil penelitian tumbuh pendek karena faktor genetik berkisa 15-20 persen.

Pertumbuhan stunting akan menjadi jelas bila pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan seiring.

Hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, khususnya untuk masyarakat Indonesia, yang sedang dipersiapkan oleh peneliti BRIN.

Stunting juga dapat terjadi pada anak yang ketika lahirnya memiliki berat dan panjang badan optimal. Hal ini dapat terjadi terkait dengan perawatan dan pola asuh.

Yang dimaksud perawatan di sini antara lain memberikan Air Susu Ibu secara benar (ASI eksklusif) yaitu memberikan ASI saja sejak lahir hingga usia enam bulan, memberikan imunisasi dasar secara lengkap dan tepat waktu, menjaga lingkungan yang bersih sehingga terhindar dari risiko penyakit, dan lain-lain, serta memberikan asupan gizi yang optimal ketika anak sudah memasuki tahap pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) atau setelah usia 6 bulan.

Baca juga: Apa Itu stunting dan Efeknya pada Kehidupan Anak?

Hal yang juga perlu diperhatikan dan disepakati adalah penggunaan istilah stunting dalam program.

Banyak praktisi yang masih bingung dengan istilah stunting dan stunted, termasuk istilah kerdil dan tengkes yang sering digunakan untuk menyebut stunting oleh program bahkan oleh Harian Kompas.

Stunting adalah istilah yang digunakan untuk merujuk ukuran tinggi badan menurut umur dibawah rata-rata alias pendek.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com