Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Bagaimana Masa Depan Zoologi di Indonesia?

Kompas.com - 18/07/2023, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh : Evy Arida

POPULARITAS suatu bidang ilmu di kalangan masyarakat secara luas dapat diindikasikan dari pilihan jurusan atau program studi di perguruan tinggi.

Baca juga: 3 Spesimen Pilihan Kompas.com di Museum Koleksi Zoologi Bogor

Dapat dihitung dengan jari, perguruan tinggi di Indonesia yang menyediakan pilihan jurusan zoologi atau bahkan program studi biologi.

Ketersedian jurusan atau program studi di bidang ilmu dasar hewani yang terbatas di kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia ini pun menyiratkan minat studi masyarakat Indonesia.

Zoologi sebagai ilmu dasar mulai berkembang di abad ke-16 dengan munculnya buku “Historiae Animalium” yang ditulis oleh Conrad Gesner (1516 – 1565), seorang dokter dan guru besar di suatu lembaga yang kini dikenal sebagai Universitas Zurich, Swiss.

Jauh sebelumnya, Aristoteles (384 – 322 SM) juga mengemukakan pengamatannya terhadap berbagai kelompok hewan dalam buku dengan judul yang sama.

Gesner mengkompilasi informasi dari berbagai sumber klasik, termasuk buku yang ditulis Aristoteles dan Plinius Tua (Gaius Plinius Secundus), yaitu Naturalis Historia.

Buku Gesner terdiri dari lima volume yang meliputi topik bahasan hewan yang melahirkan anaknya, hewan yang bertelur (termasuk reptil dan amfibi), burung, ikan dan fauna akuatik, serta hewan berbisa/beracun (termasuk ular dan kalajengking).

Tradisi mempelajari fauna tampaknya berasal dari Eropa, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan tentang fauna juga dimiliki bangsa Indonesia.

Relief candi Borobudur menggambarkan pengetahuan masyarakat di abad ke-8 tentang berbagai jenis satwa pada kelompok hewan menyusui (mamalia), burung, reptil, dan ikan.

Baca juga: Bagaimana Hewan Berkamuflase di Alam Liar?

Namun seiring berkembangnya peradaban nusantara dan terbentuknya Republik Indonesia, pengetahuan dan ilmu yang menguak rahasia alam berupa kehidupan satwa nusantara kurang menjadi minat generasi akademisi yang cenderung tinggal di daerah urban.

Sebaliknya, masyarakat yang kurang beruntung mendapatkan akses pendidikan di perguruan tinggi justru belajar dari alam secara otodidak dengan melanjutkan tradisi pemanfaatan dan pelestarian fauna sebagai kearifan lokal.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, pengetahuan tentang hewan diarahkan untuk kepentingan pemanfaatan satwa khususnya di bidang pertahanan dan pertanian.

Kuda didatangkan dan dikembangbiakkan untuk mendukung transportasi pasukan militer pemerintah kolonial, sedangkan sapi Benggala dimanfaatkan sebagai tenaga kerja di perkebunan.

Pengaturan pemanfaatan ternak sapi dimulai pada tahun 1836, yaitu dengan pelarangan pemotongan sapi betina produktif. Selanjutnya pengelolaan peternakan dan kesehatan hewan ditangani oleh pemerintah secara kelembagaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com