Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Sebut Radiofarmaka Bantu Diagnosis dan Terapi Penyakit, Alat Apa Itu?

Kompas.com - 21/08/2022, 12:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber BRIN

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, produk radiofarmaka dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan terapi penyakit.

Produk ini dinilai bermanfaat lantaran teknologi nuklir untuk kesehatan, terutama dalam penanganan penyakit tidak menular yang semakin berkembang pesat.

Melansir laman resmi BRIN, Sabtu (20/8/2022) radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung radioisotop, dan memenuhi persyaratan farmakologis untuk digunakan dalam diagnosis, terapi, hingga penelitian medik klinik dalam ilmu kedokteran nuklir.

“Saat ini radiofarmaka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Radiofarmaka dan metode pengujiannya memainkan peran penting dalam keberhasilan diagnosis dan terapi penyakit karena sifatnya yang spesifik ke target,” ujar Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri (PRTRRB) BRIN Tita Puspita Sari.

Baca juga: Kenapa Batan Utamakan Produksi Radioisotop dari Radioaktif untuk Kesehatan?

Menurutnya, potensi radioisotop untuk dikembangkan di PRTRRB sangat besar. Hal tersebut, kata dia, akan memperkuat riset dasar yang ada di hulu dan juga riset di hilir berupa uji klinis.

“Riset di hulu terkait radioisotopnya, diharapkan dapat menghasilkan radioisotop-radioisotop yang semakin beraneka ragam, bermacam-macam, sesuai dengan permintaan end user,” ungkap Tita.

Lantas, bagaimana radiofarmaka bisa membantu dalam mendiagnosis dan terapi penyakit?

BRIN menjelaskan, teknik deteksi radiofarmaka dapat dilakukan secara in vivo, maupun in vitro. Adapun in vivo adalah teknik deteksi di mana radiofarmaka diinjeksikan ke dalam tubuh pasien, kemudian dilakukan pencitraan pada tubuhnya.

Sedangkan in vitro adalah teknik deteksi dilakukan di luar tubuh, sampel berupa darah pasien yang diambil kemudian di tes menggunakan kit Radioimmunoassay (RIA) dengan prinsip immunologi.

Peneliti Ahli Muda PRTRRB, Rien Ritawidya menerangkan radioisotop merupakan isotop yang tidak stabil yang mana untuk mencapai kestabilannya harus mengemisikan suatu radiasi yaitu partikel berupa alpha, beta, positron, dan gamma.

“Partikel alpha dan beta bersifat pengion dapat merusak DNA sehingga menghasilkan sifat toxic. Atas dasar inilah partikel alpha dan beta dapat digunakan di bidang kesehatan untuk terapi atau penyembuhan suatu penyakit. Partikel positron dan gamma dapat digunakan untuk diagnosa,” paparnya.

Lebih lanjut, Rien berkata, radiofarmaka adalah obat radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir untuk diagnosis dan terapi berbagai macam penyakit.

Baca juga: Manfaat Kedokteran Radiologi Nuklir untuk Diagnosis dan Terapi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com