Oleh Muhammad Faesal*
SERING kita jumpai dalam berbagai pemberitaan, manusia dengan berbagai profesinya seperti artis, pejabat, politisi, pengusaha, orang kaya, berlomba-lomba untuk memperkaya diri sendiri dan hidup dalam kemewah-mewahan.
Tujuan hidup hanya bersandarkan kepada kesenangan duniawi. Hidup hanya mengurusi urusan pesta pora yang tiada manfaatnya bagi kehidupan akhirat kelak.
Bagi mereka, tujuan hidup yang paling utama adalah kesenangan dan kenikmatan dunia. Menjalani hidup sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.
Seiring berkembangnya kemajuan zaman, gaya hidup hedonis semakin merajalela meracuni kalangan masyarakat, baik itu anak muda sampai pada kaum tua. Hidupnya semata mata untuk dunia.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Kesalehan Sosial, Solusi Ketimpangan Gender dalam Keluarga Saat Pandemi
Mereka lupa bahwa apa yang lakukan ini akan menghancurkan kehidupan mereka yang sesungguhnya di hari akhirat nanti.
Sikap dan perilaku mereka mirip dengan hadis Rasulullah SAW berikut, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”.
Kemudian seseorang bertanya, ”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”
Rasulullah bersabda: ”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian “Wahn”. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu “Wahn?”, Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad).
Ketika Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dari surga ke bumi, sebagai pertanda bahwa manusia harus hidup di dunia dan kemudian pada saatnya harus kembali pada kehidupan akhirat.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Islam, Kepedulian, dan Semangat Pembebasan
Oleh karenanya, manusia harus mampu memanfaatkan kekuatan dan ilmu pengetahuannya agar dunia dapat menjadi sumber kehidupan.
Sebagai sumber kehidupan, Allah menciptakan dunia sebagai sarana peribadatan kepada-Nya. Manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi mengemban tugas untuk untuk memakmurkan dunia.
Dunia adalah ladang pengabdian kepada sang pencipta. Lalu pertanyaanya adalah kehidupan dunia seperti apa yang dapat menjadi bekal kehidupan akhirat nanti?
Sejatinya manusia harus menyadari bahwa hidupnya di dunia akan bertemu “titik akhir” berupa kematian. Pada saat kematian itu tiba, maka sirnalah segala kenikmatan hidup. Dan dimulailah awal perjalanan menuju akhirat.
Agama memberikan tuntunan bahwa kehidupan di dunia ini laksana pertanian menuju akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan siapa yang menanam keburukan, maka diapun akan mendapatkan hasil dari keburukan yang ia tanam.