Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. H. Muhammad Faesal, MH., M.Pd
Ketua PP ISNU Periode 2018-2023

Dr. H. Muhammad Faesal, MH., M.Pd | Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Periode 2018-2023

Hikmah Ramadhan: Kehidupan Dunia Menentukan Kehidupan Akhirat

Kompas.com - 13/05/2020, 22:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Muhammad Faesal*

SERING kita jumpai dalam berbagai pemberitaan, manusia dengan berbagai profesinya seperti artis, pejabat, politisi, pengusaha, orang kaya, berlomba-lomba untuk memperkaya diri sendiri dan hidup dalam kemewah-mewahan.

Tujuan hidup hanya bersandarkan kepada kesenangan duniawi. Hidup hanya mengurusi urusan pesta pora yang tiada manfaatnya bagi kehidupan akhirat kelak.

Bagi mereka, tujuan hidup yang paling utama adalah kesenangan dan kenikmatan dunia. Menjalani hidup sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.

Seiring berkembangnya kemajuan zaman, gaya hidup hedonis semakin merajalela meracuni kalangan masyarakat, baik itu anak muda sampai pada kaum tua. Hidupnya semata mata untuk dunia.

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Kesalehan Sosial, Solusi Ketimpangan Gender dalam Keluarga Saat Pandemi

Mereka lupa bahwa apa yang lakukan ini akan menghancurkan kehidupan mereka yang sesungguhnya di hari akhirat nanti.

Sikap dan perilaku mereka mirip dengan hadis Rasulullah SAW berikut,  “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”.

Kemudian seseorang bertanya, ”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”

Rasulullah bersabda: ”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian “Wahn”. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu “Wahn?”, Rasulullah berkata, ”Cinta dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad).

Ketika Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dari surga ke bumi, sebagai pertanda bahwa manusia harus hidup di dunia dan kemudian pada saatnya harus kembali pada kehidupan akhirat.

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Islam, Kepedulian, dan Semangat Pembebasan

Oleh karenanya, manusia harus mampu memanfaatkan kekuatan dan ilmu pengetahuannya agar dunia dapat menjadi sumber kehidupan.

Sebagai sumber kehidupan, Allah menciptakan dunia sebagai sarana peribadatan kepada-Nya. Manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi mengemban tugas untuk untuk memakmurkan dunia.

Dunia adalah ladang pengabdian kepada sang pencipta. Lalu pertanyaanya adalah kehidupan dunia seperti apa yang dapat menjadi bekal kehidupan akhirat nanti?

Sejatinya manusia harus menyadari bahwa hidupnya di dunia akan bertemu “titik akhir” berupa kematian. Pada saat kematian itu tiba, maka sirnalah segala kenikmatan hidup. Dan dimulailah awal perjalanan menuju akhirat.

Agama memberikan tuntunan bahwa kehidupan di dunia ini laksana pertanian menuju akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan siapa yang menanam keburukan, maka diapun akan mendapatkan hasil dari keburukan yang ia tanam.

Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata, “Tidaklah mungkin untuk menghasilkan bibit (tanaman) ini kecuali di dunia, tidak ditanam, kecuali pada kalbu dan tidak dipanen kecuali di akhirat.”

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Puasa Menjadi Sarana Hidup di Jalan Allah

Kemudian Al-Ghazali mengutip hadis Nabi, “Kebahagiaan yang paling utama adalah panjang umur di dalam taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Jika ditanya, siapa manusia yang beruntung dan bahagia,? Maka jawabannya adalah yang menjadikan dunia sebagai ladang beramal, “bercocok tanam” untuk kebaikan akhiratnya.

Hal ini sesuai dengan friman Allah SWT didalam surat Al-Qari’ah: ayat 6-9) yang berbunyi: “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah...”

Orang yang beriman mengakui bahwa alam akhirat itu pasti adanya. Sebagai hamba Allah SWT kita berkewajiban untuk mempersipakan diri dalam menghadapi alam akhirat dengan berbagai bekal yang maksimal.

Bekerja, beribadah, berorganisasi dan melaksanakan semua kegiatan dan aktifitas keduniaan hendaknya diniatkan untuk memperoleh ridho Allah SWT sekaligus sebagai investasi rumah masa depan kita, yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Pernah suatu ketika Rasulullah SAW ditanya oleh seorang kaum Anshor: “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Rasulullah bersabda, “Yang paling baik akhlaknya." Lalu mukmin manakah yang paling cerdas? Ia kembali bertanya. Beliau Rasulullah bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah).

Petuah dan nasihat “kehidupan dunia akan menentukan kehidupan akhirat” adalah benar adanya. Untuk itu ada beberapa nasihat agama yang dapat kita jadikan sebagai pedoman hidup sebagai bekal kehidupan akhirat.

Pertama, hendaknya kita bertaqwa dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kedua, apapun yang kita kerjakan di dunia, beribadah, bekerja, berorganisasi, bemasyarakat harus dilandaskan kepada niat dan ikhlas semata-mata untuk mengharapkan karunai dan ridho Allah semata.

Kaitan dengan niat dalam beramal, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak seorang pun amalnya memasukannya ke surga. Sahabat bertanya, 'Apakah termasuk engkau ya Rasulullah?' Nabi menjawab, 'Termasuk aku'. Tetapi Allah telah menaungiku dengan anugerah dan rahmat, maka benarkanlah (niatmu dalam beramal) dan berlakulah sedang.” (HR. al-Bukhari).

Ketiga , apabila kita pernah melakukan dosa, bersegeralah bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha.

Dalam Syarh Sullam al-Taufiq, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani mengatakan, “Wajib bagi setiap mukallaf segera bertobat dari dosa, yaitu dengan menyesal, melepaskan diri dari dosa, bertekad untuk tidak mengulanginya dan beristighfar. Bila dosanya berupa meninggalkan ibadah fardlu, maka wajib meng-qadlainya, bila berupa hak adami, maka wajib menunaikannya atau meminta kerelaannya.”

Keempat, bersabar dan tawakkal atas segala musibah, bencana atau ujian yang menimpa manusia. Apalagi ramadhan 1441 Hijriah, kita lalui bersamaan dengan masih berjangkitnya wabah Covid-19. Sabar dalam menjalani keadaan ini merupakan salah satu kunci sekaligus bekal akhirat kita.

Kelima, terus belajar dan menuntut ilmu yang bermanfaat dan berusaha untuk menyebarkan dan mengajarkannya.

Keenam , senantiasa bersyukur kepada Allah SWT baik di saat lapang maupun sempit. Di saat mendapatkan kesenangan atau kedukaan, merasa selalu dalam pengawasan dan lindungan Allah SWT.

Ketujuh, berakhlak mulia seperti tawadhu’ (rendah hati), kasih sayang, lemah lembut, malu, halus hati, menahan emosi, dermawan, tidak sombong, tidak angkuh, dan lain sebagainya.

Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan amal dunia kita sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan akhirat. Seraya berdoa, “Rabbana a’atinaa fiddunya hasanah wafil’akhirati hasanah waqinaa adzaa aannar. (Muhammad Faesal | Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) | Dosen Fakultas Ekonomi UIC Jakarta)

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Ramadhan
Ramadhan Momentum Mengenalkan 'Halal Lifestyle' bagi Anak

Ramadhan Momentum Mengenalkan "Halal Lifestyle" bagi Anak

Ramadhan
Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Ramadhan
'Ekspedisi Batin' Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

"Ekspedisi Batin" Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

Ramadhan
Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Ramadhan
Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan
Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Ramadhan
Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan
Merengkuh Kemenangan Sejati

Merengkuh Kemenangan Sejati

Ramadhan
Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Ramadhan
Keistimewaan Puasa Ramadhan

Keistimewaan Puasa Ramadhan

Ramadhan
Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Ramadhan
Mudik Berkemajuan

Mudik Berkemajuan

Ramadhan
Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Ramadhan
Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Ramadhan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
icon-calculator

Kalkulator Zakat

Rp.
Rp.
Rp.
Minimal Rp6.644.868 per bulan
ornament calculator
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com