Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Kampung "Hardtop" yang Akan Didatangi Presiden Jokowi, Akses Jalan Buruk Bak Kubangan Kerbau

Kompas.com - 01/02/2022, 16:49 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Hujan mengiringi saat kami tiba di Desa Kutabangun, Kelurahan Tigabinanga, Kecamatan Tigabinaga, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Tempat pemberhentian setelah menempuh 112 kilometer lebih dari Simpangselayang, Kecamatan Medantuntungan, Kota Medan, adalah gudang jagung yang luas, tepat di tepi jalan lintas menuju Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh.

Rencana kami, menyimpan kendaraan kota dan menggantinya dengan kendaraan siap tempur di segala medan.

Kami, Kompas.com, Fadli Syahputra, Dedi Sinuhaji dan ayahnya yang ramah diundang warga pada November 2021 lalu untuk menikmati kubangan jalan yang membuat sensasi terbanting-banting saat menuju enam desa dan dua dusun.

Baca juga: Pengamat Nilai Kualitas Jalan di Indonesia Buruk

Desa dan dusun tersebut adalah Desa Sukajulu, Desa Kutambaru, Desa Batumakmak, Desa Kutambelin, Desa Polatebu, Desa Kutapengkih, Dusun Kutakendit dan Cerumbu.

Warga ingin menunjukkan, buruknya jalan ke desa mereka sejak 30-an tahun, harus menjadi penderitaan bersama.

Tempat yang kami tuju biasa disebut Liangmelasdatas, berada di bagian barat Kabupaten Karo.

Letak geografisnya berada di antara perbukitan dan hutan, kontur tanah perbukitan membuat kawasan ini rawan longsor saat musim hujan.

Jalan tanah yang menjadi akses satu-satunya menuju ke luar kampung, licin dan berlumpur.

Warga menimbunnya dengan bebatuan, tetap saja tak maksimal karena tonase kendaraan yang lewat menenggelamkan bebatuan, membentuk kolam-kolam yang semakin lama melebar dan dalam. Inilah yang kami lewati...

Hardtop menjadi alat transportasi di Liangmelasdatas, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.Mei Leandha/Kompas.com Hardtop menjadi alat transportasi di Liangmelasdatas, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Hardtop biru dengan bak terbuka yang mengantar kami menikmati perjalanan sekitar tiga jam menuju jantung desa. Berhubung masih hujan, bak ditutup terpal warna senada.

Kami bertiga berada di bak, ditemani Arsyad Gintings, pemuda desa yang riang. Belum sampai lima menit, kami sudah terombang-ambing seperti dihantam badai.

Mengantisipasi muntah dadakan, kami sepakat membuka terpal, lalu berdiri di tiang-tiang mobil sambil menikmati angin malam dan siluet alam.

"Jalannya parah, kata mamakku, dari sebelum aku lahir udah begini. Tak ada perhatian pemerintah, paling swadaya masyarakat, gotong royong memperbaiki, sampai manalah tahannya itu. Padahal, inilah kampung yang bisa membangun kota," kata Arsyad, mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara (USU) ini.

Kampungnya, menurut pemuda berumur 20-an tahun ini, adalah penghasil jeruk kualitas ekspor. Buahnya besar-besar dan manis. Tak cuma itu, juga jagung, cabai dan durian.

Percakapan terhenti sejenak, kami berselisihan dengan truk ekspedisi jenis L300 bak tertutup membawa muatan jeruk menuju Palembang.

Satu ban truk terjerembab ke dalam lubang, suara mesin meraung kesakitan menarik ke luar lubang, bau kanvas rem terbakar menyeruak. Arsyad bilang, kejadian seperti ini sudah biasa, mereka menyebutkannya "lengket".

Juga terbiasa dengan truk terguling, sepeda motor tergelincir, masuk jurang, sampai jeruk gagal dikirim.

"Kalau supirnya nyerah, mobil harus ditarik Hardtop, ongkos tariknya Rp 500.000. Ngeri kan, jalan kampung kami? Maunya Pak Jokowi datang ke sini biar ditengoknya jalan ini. Pejabat-pejabat di sini tak ada yang perduli...," ucapnya.

Truk ekspedisi pengangkut jeruk menunggu pertolongan Hardtop untuk menariknya.Mei Leandha/Kompas.com Truk ekspedisi pengangkut jeruk menunggu pertolongan Hardtop untuk menariknya.
Cuma Hardtop atau mobil berpenggerak empat roda (four wheel drive) 4x4 atau 4WD yang bisa melewati jalanan Liangmelasdatas.

Dari mulai pintu desa sampai ujung desa sepanjang 30-an kilometer, kondisi jalannya sama bak kubangan kerbau, malah lebih parah di Dusun Kutakendit dan Cerumbu.

Tak heran, hampir semua warga punya Hardtop. Ini bisa dilihat dari setiap rumah yang kami lewati, pasti ada mobil gahar ini di samping sepeda motor yang juga direkayasa untuk medan ekstrim.

Jenisnya mulai yang paling jadul sampai seri terbaru, dari yang kondisinya sudah kupak-kapik sampai mulus dengan plastik pabrik yang belum dilepas.

Akhirnya kami tiba di depan kantor kepala Desa Kutambelin, sudah pukul 23.30 WIB, tapi beberapa pemuda masih bercengkrama di warung kopi.

Mereka menyambut kami dan memesankan kopi susu panas. Bergantian memperkenalkan diri lalu berbasa-basi menanyakan perjalanan kami.

Harusnya mereka tidak usah bertanya, diguncang-guncang seperti karung kentang membuat kami syok, pasti terlihat di wajah kami yang merindukan peraduan.

"Beginilah kampung kami, sulitnya akses, tingginya biaya transportasi, sampai keselamatan saat melintas. Besok kita lanjut berdiskusi dengan warga di kantor kepala desa. Kondisi ini harus disampaikan, bagaimana caranya supaya presiden tahu atau datang ke sini melihat langsung," kata Andi Sitepu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com