Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Penculikan di Nigeria, Banyak Anak Jadi Putus Sekolah

Kompas.com - 15/03/2024, 10:57 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber Reuters

ABUJA, KOMPAS.com - Salah satu fenomena buruk di Nigeria ialah adanya penculikan anak di sekolah-sekolah.

Bahkan karena banyak kasus penculikan anak di salah satu negara Afrika tersebut berimbas pada anak yang memilih untuk putus sekolah.

Penculikan di sekolah-sekolah di Nigeria pertama kali dilakukan oleh kelompok jihad Boko Haram yang menangkap 276 siswa dari sebuah sekolah perempuan di Chibok di Negara Bagian Borno satu dekade lalu.

Baca juga: Cerita Ibu yang Anaknya Dipaksa Sekolah di Nigeria, Tak Tahunya Malah Diculik

Beberapa gadis bahkan belum pernah dibebaskan. Namun taktik tersebut telah diadopsi oleh geng-geng kriminal tanpa afiliasi ideologis yang mencari pembayaran uang tebusan, hingga membuat pihak berwenang kewalahan untuk menghentikan mereka.

Dengan memburuknya perekonomian Nigeria dan tingkat kemiskinan, penculikan hampir menjadi kejadian sehari-hari dalam beberapa tahun terakhir.

Seperti pada 7 Maret 2024, sebanyak 286 siswa beberapa di antaranya berusia delapan tahun dan staf sekolah diculik oleh orang-orang bersenjata di Kuriga, sebuah kota di Negara Bagian Kaduna.

Pihak berwenang setempat mengatakan kepada Reuters pada hari Rabu bahwa para penculik meminta uang tebusan sebesar 1 miliar naira, atau lebih dari $620.000 (Rp 9,7 miliar), untuk pembebasan mereka.

Pada Senin malam, sekitar 60 orang diculik di Buda, di negara bagian yang sama. Ssehingga total orang yang diculik di seluruh negeri dalam dua minggu pertama bulan Maret ini menjadi hampir 750 orang, menurut Amnesty International.

Baca juga: Kelompok Bersenjata Nigeria Culik Lebih dari 200 Siswa

"Penculikan untuk mendapatkan uang tebusan telah melampaui motivasi penculikan lainnya, terutama alasan politik," kata firma riset SBM Intelligence dalam laporannya pada bulan Juli 2023, dikutip dari Reuters pada Jumat (15/3/2024).

Berbicara tentang penculikan massal minggu lalu di Kuriga, Menteri Penerangan Mohammed Idris mengatakan pada hari Rabu bahwa posisi pemerintah adalah pasukan keamanan harus menjamin pembebasan para sandera tanpa membayar uang tebusan sepeser pun.

Membayar untuk membebaskan sandera telah menjadi kejahatan di Nigeria sejak tahun 2022 dan dapat dikenakan hukuman penjara minimal 15 tahun.

Penculikan ini menghancurkan keluarga dan komunitas yang harus mengumpulkan tabungan mereka untuk membayar uang tebusan, seringkali memaksa orang tua untuk menjual harta paling berharga mereka seperti tanah, ternak dan biji-bijian untuk menjamin pembebasan anak-anak mereka.

Saat Precious kembali ke sekolah dan sekarang mempelajari hubungan internasional di tahun pertama kuliahnya, banyak korban penculikan lainnya putus sekolah setelah dibebaskan, karena takut mereka akan diculik lagi.

Setidaknya 10,5 juta anak putus sekolah di Nigeria, jumlah tertinggi di dunia, menurut badan anak-anak PBB, UNICEF.

Hal ini disebabkan oleh ketidakamanan, termasuk penculikan dan pemberontakan yang telah berlangsung lama di wilayah timur laut.

"Penculikan adalah pendorong utama penarikan anak-anak dari sekolah di Nigeria utara," kata Isa Sanusi, direktur Amnesty International di Nigeria.

Tidak ada orang tua yang ingin mengalami kengerian ketika anaknya diculik oleh orang-orang bersenjata yang kejam.

Baca juga: Kelompok Bersenjata Bunuh 74 Orang di Nigeria

"Kadang-kadang, sekolah ditutup karena masalah keamanan dan anak-anak akhirnya kehilangan pendidikan," terangnya.

"Karena anak perempuan biasanya diperkosa ketika diculik, maka banyak anak perempuan usai diculik dan dikeluarkan dari sekolah, maka anak itu akan dinikahkan pada usia dini," tandas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com