Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prosedur Rumah Sakit di Gaza Jahit Luka Tanpa Anestesi, Teriakan Menggema Diiringi Doa

Kompas.com - 10/11/2023, 19:18 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Reuters

GAZA, KOMPAS - Gadis kecil itu menangis kesakitan dan berteriak," Mumi, Mumi", memanggi ibunya.

Sementara perawat menjahit luka di kepalanya tanpa menggunakan obat bius apa pun, karena saat itu tidak ada obat bius yang tersedia di Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza.

Itu adalah salah satu momen terburuk yang dapat diingat perawat Abu Emad Hassanein ketika dia menggambarkan perjuangannya menghadapi gelombang besar orang-orang terluka yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: Saat Korban Tewas di Gaza Capai 10.812 Orang, Netanyahu: Israel Berusaha Beri Masa Depan Lebih Baik

Kelangkaan obat pereda nyeri sejak perang di Gaza dimulai sebulan yang lalu menambah pilu.

“Kadang-kadang kami memberi beberapa di antaranya kain kasa steril (untuk digigit) untuk mengurangi rasa sakitnya,” kata Hassanein, seperti dilansir dari Reuters.

“Kami tahu bahwa rasa sakit yang mereka rasakan lebih dari yang dibayangkan orang, melebihi apa yang dialami orang seusia mereka,” katanya, mengacu pada anak-anak seperti gadis yang mengalami luka di kepala.

Sesampainya di Al Shifa untuk mengganti balutan dan mengoleskan desinfektan pada luka di punggungnya akibat serangan udara, Nemer Abu Thair, seorang pria paruh baya, mengatakan bahwa ia tidak diberikan obat pereda nyeri saat luka tersebut pertama kali dijahit.

“Saya terus mengaji sampai mereka selesai,” ujarnya.

Perang dimulai pada 7 Oktober ketika kelompok Hamas menerobos pagar perbatasan Jalur Gaza dengan Israel selatan.

Israel mengeklaim Hamas membunuh 1.400 orang dan menculik 240 orang, terbesar dalam sejarah Israel.

Baca juga: WFP: 100 Persen Warga Gaza Hadapi Kerawanan Pangan

Israel membalasnya dengan serangan udara, laut, dan darat terhadap wilayah padat penduduk yang dikuasai Hamas, yang menurut para pejabat kesehatan di Gaza telah menewaskan lebih dari 10.800 warga Palestina.

Mohammad Abu Selmeyah, direktur Rumah Sakit Al Shifa, mengatakan ketika sejumlah besar orang yang terluka dibawa ke rumah sakit pada saat yang bersamaan, tidak ada pilihan selain merawat mereka di lantai, tanpa obat pereda nyeri yang memadai.

Dia mencontohkan kejadian sesaat setelah ledakan di Rumah Sakit Al Ahli Arab pada 17 Oktober, ketika dia mengatakan sekitar 250 orang yang terluka tiba di Al Shifa, yang hanya memiliki 12 ruang operasi.

“Jika kami menunggu untuk mengoperasi mereka satu per satu, kami akan kehilangan banyak korban luka,” kata Abu Selmeyah.

“Kami terpaksa melakukan operasi di lapangan dan tanpa anestesi, atau menggunakan anestesi sederhana atau obat penghilang rasa sakit yang lemah untuk menyelamatkan nyawa,” katanya.

Baca juga: Lingkungan RS Indonesia di Gaza Dihantam 11 Rudal

Prosedur yang dilakukan staf Al Shifa dalam keadaan seperti itu antara lain mengamputasi anggota badan dan jari, menjahit luka serius, dan mengobati luka bakar serius, kata Abu Selmeyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com