Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Lain Pertemuan Kim Jong Un dan Putin di Rusia

Kompas.com - 16/09/2023, 17:00 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: VOA Indonesia

MOSKWA, KOMPAS.com - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tampaknya memanfaatkan pertemuan puncak yang banyak digembar-gemborkan minggu ini dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk memperketat kendalinya atas Moskwa yang sedang berjuang menghadapi sanksi-sanksi internasional dan perekonomian yang terpuruk pasca pandemi, kata para analis.

Putin dan Kim bertemu pada Rabu (13/9/2023) di Kosmodrom Vostochny, fasilitas peluncuran roket di Rusia Timur Jauh, untuk pertemuan puncak pertama mereka dalam lebih dari empat tahun.

Kantor Berita Pusat resmi Korea Utara, KCNA, mengatakan Putin dan Kim berjanji untuk memperkuat “kerja sama strategis dan taktis” tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Baca juga: Kremlin Klaim Tak Ada Perjanjian dengan Korea Utara Saat Kim Jong Un ke Rusia

Kekhawatiran AS atas kesepakatan senjata

Washington mencurigai Pyongyang mungkin memasok amunisi kepada Moskwa untuk mendukung perangnya di Ukraina sebagai imbalan atas bantuan Moskwa dalam mengatasi hambatan teknis penting dalam pembuatan rudal balistik antarbenua, kapal selam bertenaga nuklir, dan satelit pengintaian militer.

Setelah pertemuan tersebut, Amerika Serikat (AS) memperingatkan Korea Utara agar tidak memasok senjata ke Rusia.

“Tidak ada negara di dunia ini, tidak ada seorang pun yang boleh membantu Putin membunuh warga Ukraina yang tidak bersalah. Dan jika mereka memutuskan untuk melanjutkan kesepakatan senjata, tentu saja kami akan mengambil tindakan dan menanganinya dengan tepat,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby kepada wartawan pada Rabu.

Namun para analis mengatakan Kim mungkin mencari lebih dari sekadar bantuan teknis dalam program senjatanya.

Seong Ok Yoo, mantan pejabat intelijen Korea Selatan yang banyak berurusan dengan Korea Utara, mengatakan Kim mencoba menggunakan pertemuan puncak tersebut sebagai alat propaganda untuk meningkatkan citranya secara global sambil mengupayakan persatuan internal yang lebih besar.

“Kim tengah mencari pengakuan internasional. Dia yakin bisa mendorong AS agar melunakkan sikap terhadapnya dengan menggembar-gemborkan kehadirannya (di Rusia),” kata Yoo, yang memainkan peran penting dalam pertemuan puncak antar-Korea pada 2007.

“Dia ingin memastikan AS menanggapi (kerja samanya dengan Rusia) dengan serius,” tambah Yoo.

Kim menerapkan strategi pendahulunya

Jong Dae Shin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, mengatakan bahwa menggunakan acara internasional sebagai alat untuk mengendalikan suatu negara adalah praktik (strategi) yang sudah lama dilakukan oleh anggota dinasti Kim yang berkuasa di Korea Utara.

Bagi negara seperti Korea Utara, yang telah terisolasi selama beberapa dekade karena sanksi berat, strategi pemerintahan yang tegas telah membantu rezim dengan memperkuat kembali loyalitas dan pengabdian di antara warganya, menurut Shin.

Shin mengatakan Kim tampaknya mengikuti jejak para pendahulunya.

Bagi Kim, peluang serius untuk meningkatkan posisinya datang pada 2018, ketika ia memulai pemulihan hubungan melalui serangkaian pertemuan puncak dengan para pemimpin China, Korea Selatan, dan AS.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com