Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Afghanistan Menghadapi Masa Depan Tak Menentu

Kompas.com - 29/12/2021, 15:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KABUL, KOMPAS.com - Bagi Taliban, tantangan terbesarnya adalah bertransformasi dari kelompok-kelompok gerilyawan pemberontak menjadi badan administratif yang dapat memerintah sebuah negara yang kompleks dan beragam.

Sedangkan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan negara-negara NATO mengkhawatirkan terutama dua hal: kondisi ekonomi akan terus memburuk dan mendorong puluhan ribu warga Afghanistan melarikan diri ke luar negeri, dan kelompok teror seperti Al-Qaeda akan kembali menemukan tempat persembunyian yang aman.

Bagi warga biasa di Afganistan, prioritas utamanya adalah mendapatkan makanan setiap hari, punya tempat tinggal, dan mendapat pekerjaan. Khususnya perempuan mengalami berbagai hambatan dan tekanan dari kebijakan sosial Taliban.

Baca juga: Taliban Bubarkan Komisi Pemilihan Afghanistan, Apa Sebab?

"Konsekuensi dari pengambilalihan itu adalah bencana," tulis Kate Clark dalam laporan khusus untuk Jaringan Analis Afghanistan, AAN.

Taliban, tulisnya, tidak punya rencana tentang bagaimana mereka akan menjalankan negara Afganistan secara mandiri.

"Ketika masih berada di pihak yang melawan pemerintah, milisi Taliban memungut pajak dari penduduk di wilayah yang mereka kendalikan, namun tetap membiarkan layanan publik sepenuhnya urusan pemerintah, LSM dan lembaga bantuan," kata Kate Clark.

"Sekarang, saat berkuasa... (Taliban) menyadari bahwa pendapatan pemerintah sangat sedikit, sementara mereka bertanggungjawab untuk keamanan maupun penyediaan pangan seluruh penduduk."

Baca juga: Taliban Larang Wanita Afghanistan Lakukan Perjalanan Jauh, Mengapa?

Keruntuhan birokrasi dan ancaman teror

Sejak Taliban berkuasa, situasi keamanan tidak diragukan lagi telah meningkat. Tetapi serangan-serangan para teroris ISIS juga meningkat -- terutama menargetkan kaum minoritas Syiah di negara itu dan juga anggota Taliban.

Sementara perekonomian lumpuh, di saat negara ini menghadapi krisis kemanusiaan besar yang digambarkan oleh PBB sebagai "bencana kelaparan".

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi Taliban adalah keruntuhan birokrasi. Lebih 120.000 warga Afganistan hengkang meninggalkan negara itu pada hari-hari terakhir penarikan pasukan AS yang kacau.

Baca juga: Taliban Mulai Larang Wanita Afghanistan Pergi Jarak Jauh Tanpa Kerabat Pria

Kebanyakan warga yang hengkang adalah para administrator berpengalaman, yang telah lama bekerja dengan militer dan organisasi asing untuk mengelola administrasi dan perekonomian yang bergantung pada bantuan luar negeri.

Sekarang, pegawai negeri yang sudah berbulan-bulan belum mendapat gaji. "Saya pergi ke kantor di pagi hari, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan," kata Hazrullah, seorang teknokrat tingkat menengah di kementerian luar negeri.

"Sebelumnya, saya mengerjakan kesepakatan perdagangan dengan negara-negara tetangga kami. Sekarang kami tidak memiliki instruksi tentang bagaimana melanjutkannya. Tidak ada yang tahu apa-apa."

Baca juga: AS Melunak, Bantuan Kemanusiaan Mulai Dibuka untuk Masyarakat Afghanistan

Terutama perempuan menghadapi tekanan dan pembatasan

Hingga saat ini, secara resmi tidak ada undang-undang atau fatwa bahwa perempuan harus kembali mengenakan burqa penutup wajah, atau harus didampingi oleh anggota keluarga laki-laki ketika meninggalkan rumah.

Namun, perempuan yang tidak melakukannya sering mendapat tekanan dan peringatan dari anggota Taliban.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com