KABUL, KOMPAS.com - Bank sentral Afghanistan berjuang memastikan stabilitas Afghanistan, sehari setelah mata uang kehilangan hampir 12 persen nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam hitungan jam, di tengah krisis ekonomi yang mendalam dan inflasi yang melonjak.
Penarikan tiba-tiba bantuan asing setelah kemenangan Taliban pada Agustus telah membuat ekonomi Afghanistan yang rapuh di ambang kehancuran.
Baca juga: Ketika Sabu dan Heroin Jadi Solusi Kelaparan di Afghanistan
Sementara itu harga makanan, bahan bakar, dan bahan pokok lainnya naik dengan cepat di luar jangkauan banyak orang.
Bank sentral Afghanistan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka telah mengadakan sejumlah pertemuan dengan dealer valuta asing, perwakilan bank komersial dan sektor bisnis untuk menghentikan jatuhnya afghani (mata uang Afghanistan).
“Berdasarkan kebijakan perencanaan strategisnya, Da Afghanistan Bank selalu berusaha menghindari volatilitas yang dapat membahayakan daya beli masyarakat,” katanya melansir Al Jazeera pada Rabu (15/12/2021).
Sebuah pertemuan dewan menteri juga menginstruksikan komisi ekonomi pemerintah untuk "mengambil langkah-langkah mendesak untuk memastikan stabilitas afghani", kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Taliban: Pemerintahan Afghanistan yang Lemah Tak Akan Menguntungkan Siapa Pun
Krisis telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.
Afghani diperdagangkan sekitar 77 terhadap dolar sebelum jatuhnya Kabul dan pada 97 seminggu yang lalu. Tapi pada Senin (13/12/2021) pagi nilainya turun menjadi 112 di pasar uang Sarai Shahzada Kabul dan menjadi 125 pada sore hari.
Pada Selasa (14/12/2021), Afghani pulih sedikit dan diperdagangkan sekitar 114-115 setelah langkah bank sentral Afghanistan.
“Imarah Islam mengatakan akan menurunkan dolar dan mengeluarkan dolar di pasar dan itu (Afghani) berubah sekarang,” kata seorang dealer di Sarai Shahzada, menggunakan nama untuk pemerintahan baru Taliban.
Baca juga: Tak Satupun Tentara AS Dihukum atas Serangan Drone yang Tewaskan Sipil di Afghanistan
Namun, tekanan pada afghani berdampak nyata pada harga kebutuhan sehari-hari dalam ekonomi, di mana pengangguran tersebar luas sedangkan banyak yang memiliki pekerjaan belum dibayar dalam beberapa bulan.
Dalam waktu seminggu, pedagang grosir mengatakan harga sekarung tepung seberat 50 kg telah naik antara 20 dan 40 persen menjadi antara 2.800-3.200 afghani, dari 2.300 seminggu yang lalu, dengan harga gula naik sepertiga, dan beras naik lebih dari 15 persen.
Survei oleh Program Pangan Dunia menunjukkan sekitar 98 persen warga Afghanistan tidak cukup makan, dengan tujuh dari 10 keluarga terpaksa meminjam makanan.
Sistem perbankan Afghanistan kini hanya berfungsi sebagian, akibat kekurangan dolar yang dulunya dikirim secara fisik ke Afghanistan, dengan sekitar 9 miliar dollar AS cadangan bank sentral tetap diblokir di luar negeri.
Kondisi itu diperburuk dengan pemutusannya dari sistem keuangan dunia, karena ketakutan akan sanksi AS.
Baca juga: Nasib Bayi-bayi Afghanistan, Hidup Kelaparan dalam Krisis Tanpa Perawatan Layak
Pekan lalu, Departemen Keuangan AS meresmikan panduan yang memungkinkan pengiriman uang pribadi ke Afghanistan dan melindungi pengirim dan lembaga keuangan dari sanksi AS. Langkah ini menawarkan harapan bagi mereka yang memiliki kerabat di luar negeri.
Namun upaya untuk mendatangkan uang tunai terhambat oleh keengganan internasional untuk memberikan dana kepada pemerintah Taliban, yang masih belum diakui secara resmi oleh negara lain.
Untuk jangka panjang, para pengusaha mengatakan prospek terhambat oleh kurangnya rencana ekonomi yang jelas dari pemerintah baru dan kelemahan struktural dalam ekonomi, yang ekspor utamanya yakni buah kering dan karpet buatan tangan, selain narkotika yang ilegal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.