OSLO, KOMPAS.com - Perjanjian ekonomi komprehensif yang disebut sebagai Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) mulai berlaku atau enter into force pada Senin (1/11/2021).
Langkah itu merupakan hari yang bersejarah bagi hubungan ekonomi antara Indonesia dengan sejumlah negara anggota EFTA (European Free Trade Association), yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Swiss serta Norwegia.
Baca juga: Referendum IE-CEPA Lolos di Swiss, Diharap Bisa Percepat Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi
“Diharapkan penerapan CEPA dapat mengatasi berbagai permasalahan lain selain tariff yang dihadapi oleh para pelaku usaha,” ujar Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia Todung Mulya Lubis dalam sambutannya pada acara "Hybrid Business Gathering" di Oslo pada Senin (1/11/2021) yang diselenggarakan online maupun offline.
Pertemuan ini diselenggarakan menyambut entry into force CEPA ini, Kedutaan Besar RI Oslo, Norwegia. Dengan fokus membahas potensi dan peluang yang dibuka oleh perjanjian ini bagi hubungan dagang dan investasi Indonesia dan Norwegia.
Menurut Lubis, para pelaku usaha Norwegia memiliki harapan yang tinggi atas perjanjian ini, dan telah menyampaikan sejumlah permasalah yang selama ini dihadapi dalam berbisnis antara Indonesia dan Norwegia.
Dia berharap CEPA dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Norwegia pulih lebih kuat bersama-sama, dengan meningkatkan perdagangan, investasi dan kerjasama lainnya. Sebab penyusutan ekonomi terjadi baik di Indonesia dan Norwegia pada 2020, setelah 1,5 tahun pandemi Covid-19.
“Sekarang adalah kesempatan bagi kelompok bisnis untuk memaksimalkan secara penuh (CEPA). Saya mendorong pebisnis baik di Indonesia dan Norwegia untuk memanfaatkan CEPA.”
Baca juga: Ekspor Indonesia Meningkat ke Amerika Serikat, Imbas Perang Dagang dengan China
Turut hadir dalam acara ini, Director General for Trade Policy Norwegia Erling Rimestad, yang membuka acara Hybrid Business Gathering dihadapan sejumlah pelaku usaha dari berbagai latar belakang, seperti industri makanan dan minuman, tekstil, furniture dan handicraft, perikanan serta energi terbarukan yang berkumpul di Oslo.
Rimestad mengatakan perjanjian ini akan memperkuat hubungan ekonomi dan memajukan perdagangan dan investasi antara Norwegia dan Indonesia.
Terlebih CEPA, kata dia, sangat komprehensifnya dengan melingkupi area seperti perdagangan barang dan jasa, investasi, hak kekayaan intelektual, persaingan, pengadaan pemerintah, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, kerjasama, dan peningkatan kapasitas, serta penyelesaian sengketa.
Menurutnya, Indonesia adalah pasar yang penting bagi perusahaan Norwegia. Perdagangan barang meningkat lebih dari dua kali lipat dalam dekade terakhir, begitu juga perdagangan jasa.
Banyak perusahaan Norwegia memiliki bisnis dalam berbagai sektor di Indonesia, contohnya kemaritiman, energi, pupuk.
Dengan berlakunya CEPA, Rimestad berharap kerjasama bisnis antara dua negara bisa meningkat. “Kedutaan Norwegia di Jakarta siap membantu perusahaan Norwegia dan Indonesia terkait persoalan bisnis,” ujarnya.
Baca juga: Pejabat Perdagangan AS dan China Pertama Kali Bertemu Setelah Era Perang Dagang
Acara Hybrid Business Gathering juga menghadirkan sejumlah narasumber baik dari Indonesia maupun Norwegia: (1) Ni Made Ayu Marthini, Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan; (2) Ricky Kusmayadi, Direktur Pengembangan Promosi Kementerian Investasi; (3) Mr. Ove Christian Owe, Specialist Director pada Kementerian Perdagangan Norwegia yang juga merupakan Chief Negotiator Norwegia.
Perundingan CEPA melalui jalan yang panjang setelah negosiasi yang memakan lebih dari 8 (delapan) tahun. Perjanjian ekonomi ini akhirnya ditandatangani pada akhir 2018 dan diratifikasi oleh semua negara pihak tahun ini.