Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Iklim Indonesia Dinilai Sangat Tidak Memadai, Perlu Kebijakan yang Lebih Ambisius

Kompas.com - 29/10/2021, 08:34 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Rilis

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia telah memutakhirkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

Meski demikian, target Indonesia untuk mencapai netral karbon pada 2060 dinilai “Sangat Tidak Memadai” menurut rilis yang diterima Kompas.com dari IESR, Kamis (28/10/2021).

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dan aksi iklim Indonesia masih mengarah pada peningkatan emisi.

Baca juga: Arab Saudi Berambisi Capai Nol Emisi Karbon pada 2060

Agar selaras dengan Persetujuan Paris, Indonesia target dan kebijakan yang lebih ambisius perlu diterapkan terutama pada sektor yang berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK), dan mendorong aliran pendanaan internasional terkait iklim.

Sepanjang 2019, sektor energi masih menjadi penyumbang emisi GRK terbesar. Sub sektor pembangkitan listrik bertanggung jawab terhadap 35 persen emisi GRK, diikuti oleh transportasi dan industri masing-masing 27 persen.

IESR meluncurkan laporan komprehensif dan perbandingan aksi iklim negara G20 terbarunya berjudul Climate Transparency Report 2021.

Dalam laporan tersebut, IESR menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya sudah mengusulkan peningkatan energi terbarukan di bidang ketenagalistrikan, transportasi, dan industri.

Namun, Indonesia belum memiliki strategi penyetopan konsumsi batu bara secara bertahap serta kebijakan yang mendorong persaingan energi terbarukan dengan batu bara.

Baca juga: Wanita Ini Jadikan Anjingnya Vegetarian Demi Kurangi Emisi Karbon

Climate Transparency Report 2021 bahkan memproyeksikan emisi GRK Indonesia pasca-pandemi akan melonjak melebihi tingkat emisinya dibandingkan 2019 seiring dengan bangkitnya aktivitas ekonomi.

“Berdasarkan kajian IESR, paling tidak, agar selaras dengan Persetujuan Paris, penurunan emisi karbon kita di sektor energi seharusnya di atas 500 juta ton," ujar Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa.

Fabby memaparkan, ada tiga strategi yang pemerintah Indonesia bisa lakukan untuk menekan emisi GRK dari sektor emisi.

"Pertama, peningkatan bauran energi terbarukan. Kenaikan bauran energi terbarukan harus mencapai 50% di 2030. Kedua, mendorong efisiensi energi, khususnya dari sektor transportasi. Konsumsi energi kita per kapita untuk listrik relatif rendah, sementara permintaan bahan bakar transportasi sangat tinggi dan penyumbang emisi tertinggi," ungkap Fabby.

Ketiga, Fabby menuturkan bahwa dengan mempensiunkan dini paling sedikit 10 gigawatt pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), atau tidak memperpanjang kontraknya, akan efektif menurunkan emisi.

Baca juga: Emisi Masih Meningkat, Aksi Iklim Negara G20 Menjauh dari Ambang Batas 1,5 Derajat Celsius

Hingga 2020, sektor ketenagalistrikan Indonesia tetap didominasi oleh bahan bakar fosil yakni 82 persen, dengan batu bara menyumbang pangsa tertinggi yakni 62 persen pada 2020.

Akibatnya intensitas emisi dari sektor ketenagalistrikan sejak 2015 hingga 2020 tidak mengalami perubahan signifikan, hanya menurun sebesar 1 persen. Sementara, rata-rata negara anggota G20 telah menurun 10 kali lebih cepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com