Pemerintah Indonesia pun belum sepenuhnya menerapkan komitmennya untuk menekan emisi dari batu bara.
Demi memenuhi tujuan netral karbon pada 2060, pemerintah telah mengumumkan bahwa tidak akan membangun PLTU batu bara baru setelah 2023.
Namun, di saat bersamaan, sekitar 2 gigawatt kapasitas terpasang PLTU batu bara sudah mulai beroperasi.
Baca juga: Tak Hanya Mobil Listrik, Bahan Bakar Nabati Juga Penting Turunkan Emisi
Tidak hanya itu, dalam NDC, Indonesia berjanji untuk mengurangi batu bara hingga 30 persen pada tahun 2025 dan 25 persen pada 2050.
Sementara menurut analisis Climate Transparency Report 2021, PLTU batu bara harus dihentikan sepenuhnya pada 2037 untuk mencegah kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 derajat Celsius.
Untuk mengurangi emisi GRK diperlukan pendanaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pendanaan publik harus sudah mulai mengarah kepada aksi yang mampu mengatasi perubahan iklim yang lebih serius.
"Selain itu, subsidi di sektor energi fosil harus sudah mulai dihentikan dan mempercepat transisi energi melalui pendanaan energi terbarukan," kata Manager Program Ekonomi Hijau IESR Lisa Wijayani.
Baca juga: Sumbang Emisi Terbesar, PLTU Batu Bara Harus Dipensiunkan Lebih Cepat
Menurutnya, investasi pada energi hijau dan infrastrukturnya perlu lebih besar daripada investasi bahan bakar fosil pada 2025.
Selama ini, Indonesia telah menghabiskan 8,6 miliar dollar AS untuk subsidi bahan bakar fosil pada 2019. 21,96 persen di antaranya untuk minyak bumi dan 38,48 persen untuk listrik.
Lebih jauh, Lisa menambahkan bahwa penerapan pajak karbon bisa menjadi awal yang baik dalam mendorong upaya pengurangan emisi GRK.
"Namun, perlu adanya mekanisme yang lebih layak agar penerapan pajak karbon mampu mengurangi emisi secara signifikan dan memajukan ekonomi yang berketahan iklim melalui upaya yang lebih besar lagi, misalnya melalui carbon trading (perdagangan karbon),” tutur Lisa.
Baca juga: Pajak Karbon Penting untuk Menekan Pertumbuhan Emisi Gas Rumah Kaca
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.