Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tomasa Tito Condemayta, Tokoh Perempuan dalam Sejarah Peru yang Terhapus

Kompas.com - 15/09/2021, 15:27 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

SANGARARA, KOMPAS.com - Pertempuran antara penjajah Spanyol dan pemberontak dari komunitas adat Sangarara yang dipimpin oleh seorang perempuan di Andes, menjadi cikal bakal pemberontakan yang memengaruhi kemerdekaan Peru.

"Amigo, medan perang ada di sini," kata Rodolfo Roman Sandoval, sambil menunjuk ke sekitar alun-alun Sangarara, desa di pegunungan Andes tempatnya dibesarkan, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Selasa (14/9/2021).

Terletak di ketinggian 3.800 meter di pegunungan Andes dan dikelilingi oleh puncak gunung yang memukau, tempat itu terasa senyap.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Tupac Amaru II

 

Ada lebih banyak domba yang menyeberang jalan dari pada manusia, dan kesunyian hanya dipecahkan oleh anjing yang menggonggong sesekali atau keledai yang meringkik.

Román ingat ketika listrik datang ke kota, dan hingga pertengahan 1990-an, masyarakat Sangarara masih menggunakan sistem barter sebagai pengganti uang.

Saat ini, pria itu sedang sibuk merenovasi rumah masa kecilnya di desa menjadi hostel dan pub wisata.

Belum banyak infrastruktur wisata di sini, kecuali beberapa hostel pedesaan dan restoran yang menyajikan pollo brasa (ayam rotisserie) dengan beberapa salsa picante terbaik.

Namun, Román adalah salah satu dari sekelompok orang yang berpikir desa ini adalah tempat yang layak untuk dijelajahi.

Itu karena desa ini merupakan perhentian awal dan penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan Peru.

Baca juga: Kepercayaan Pengorbanan Suku Inca dan Mumi Anak Llullaillaco

Lokasi konflik paling sengit dalam sejarah Peru

Seperti banyak kota pedesaan Peru lainnya, alun-alun didominasi gereja kuno berukuran besar yang tidak proporsional.

Berhadapan langsung dengan gereja, berdiri dua patung, yaitu Tupac Amaru II dan Tomasa Tito Condemayta, yang sedang memegang senjata.

Semangat pemberontak dari kedua tokoh ini tetap tertanam kuat dalam budaya Sangarara, karena desa ini adalah tempat salah satu konflik paling sengit, dan salah satu pemberontakan masyarakat adat yang terpenting dalam sejarah Peru.

Setiap orang Peru tahu cerita tentang bagaimana, pada tahun 1781, pemimpin pemberontak Tupac Amaru II dieksekusi oleh Kekaisaran Spanyol di alun-alun pusat Cusco.

Ia dipaksa menyaksikan istri dan anaknya dibunuh di depannya, lidahnya kemudian dipotong, dan ia ditarik hingga tubuhnya terpotong-potong, kemudian dipenggal.

Lalu, bagian tubuhnya dipamerkan di desa-desa di pegunungan Andes, di mana pasukannya mendapatkan dukungan dari warga sekitar.

Apa yang kurang diketahui adalah awal pemberontakan singkat di masyarakat adat Sangarara di Andes.

Pertempuran pada 18 November 1780 antara pemberontak Peru dan penjajah Spanyol di kota ini menandai awal sebenarnya dari pemberontakan Tupac Amaru II, yang meski gagal, tetapi sangat berpengaruh, yang berakhir pada Maret 1783.

Pertempuran Sangarara adalah bagian dari sedikit kemenangan besar dalam gelombang pemberontakan Tupac Amaru II, dan pada akhirnya akan memicu revolusi di sebagian besar Amerika Selatan, termasuk kemerdekaan Peru sendiri 40 tahun kemudian.

Pada 2021, menandai dua abad perayaan kemerdekaan resmi negara Peru, namun benih-benih revolusi itu ditanam beberapa dekade sebelumnya oleh Tupac Amaru II, dan kampanyenya dipandang oleh banyak penduduk asli sebagai awal yang sebenarnya dari jalan panjang menuju kebebasan dari Spanyol.

Hari ini di Peru, Tupac Amaru II adalah sosok yang hampir mistis.

Terlahir sebagai José Gabriel Condorcanqui, dan seolah-olah memiliki darah raja suku Inca, ia adalah seorang pedagang keliling, yang memberinya pemahaman yang tepat tentang kondisi ekonomi dan kehidupan yang menghancurkan di desa-desa Andes yang miskin. 

Kondisi itu yang dipaksakan pada mereka dengan cara brutal oleh pemerintah kolonial Spanyol.

"Tupac Amaru II melihat bagaimana masyarakat adat dipaksa bekerja untuk Spanyol, fajar hingga senja, 12 jam setiap hari."

"Ia melihat eksploitasi, pelecehan, dan penandaan di tubuh (masyarakat adat). Inilah yang membuatnya mulai berorganisasi," tutur penduduk asli Sangarara, Enrique Arnedo Oimas.

Baca juga: Bukti Baru, Suku Inca Korbankan Ilama untuk Persembahan Para Dewa

Pahlawan perempuan dalam sejarah Peru

Namun, Tupac Amaru II bahkan tidak hadir untuk merayakan kemenangan terbesar dari pemberontakannya sendiri.

Menurut Arnedo dan penduduk setempat lainnya, ia ditempatkan dengan pasukannya di dekat desa itu, namun tak bisa tiba sampai pertempuran selesai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com