ROMA, KOMPAS.com — Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte berencana mengundurkan diri Selasa (26/1/2021), melansir The Washington Post.
Langkahnya itu memperpanjang kekacauan politik Italia dan berisiko mempersulit respons virus corona.
Kantor Conte mengatakan dalam sebuah pernyataan Senin malam (25/1/2021) bahwa dia akan memberi tahu para menteri soal pengunduran dirinya. Baru kemudian akan bertemu dengan presiden negara itu, Sergio Mattarella, untuk mengajukan pengunduran dirinya.
Keputusan Conte membuat Italia tidak memiliki jalur yang jelas untuk membangun kembali pemerintahan yang dapat dijalankan. Sementara negara tersebut mencoba mengelola krisis kesehatan pandemi dan kampanye vaksin yang melambat karena kekurangan pasokan dari Pfizer-BioNTech.
Masih ada kemungkinan Conte bisa kembali sebagai perdana menteri dengan pemerintahan yang komposisinya diatur ulang.
Tapi kemungkinan besar, partai yang baru-baru ini membelot dari koalisinya bisa berbalik. Mengajukan orang lain menggantikan Conte di puncak pimpinan.
Jika opsi-opsi itu gagal, Italia akan dihadapkan pada semacam kesatuan pemerintahan yang tidak dipilih secara langsung. Atau orang Italia bisa kembali ke tempat pemungutan suara, di mana sayap kanan akan lebih disukai untuk memenangkan kekuasaan.
“Ini sangat rumit,” kata Giovanni Orsina, direktur Sekolah Pemerintahan Universitas Luiss Guido Carli di Roma.
Menurutnya pemilihan awal tetap "paling kecil kemungkinannya" dari skenario apa pun. Tapi tampaknya ada hal lain yang sedang dilakukan.
Baca juga: Pfizer dan AstraZeneca Tunda Pengiriman Vaksin Covid-19, Italia Ambil Jalur Hukum
Italia selama setahun terakhir telah mengalami salah satu angka kematian akibat virus corona tertinggi di dunia, 85.000 korban. Sementara itu, perlambatan ekonomi mencapai rekor terburuk yang pernah dicatat akibat jatuhnya pariwisata.
Italia dikenal dengan perdana menteri jangka pendek dan divisi regional. Namun secara mengejutkan Conte menjadi wajah respons pandemi yang dikoordinasikan dari atas ke bawah.
Dia mengumumkan penguncian dan berbagai keputusan dalam konferensi berita larut malam.
Untuk sementara, pandemi telah menciptakan perdamaian yang tidak nyaman di antara faksi politik Italia.
Tapi kondisi itu pecah bulan ini ketika mantan perdana menteri, Matteo Renzi, menarik dukungan partai kecilnya untuk koalisi yang berkuasa. Renzi menyebutkan bagaimana pemerintah tidak cakap mengelola pemulihan ekonomi.
Sementara banyak pakar serta mayoritas orang Italia merasa Renzi memicu krisis, karena penghinaan pribadinya terhadap Conte, seorang rekan sentris yang ia pandang sebagai pesaing untuk mendapatkan dukungan pemilih.
Langkah tersebut, meskipun tidak populer, telah melemahkan kekuatan Conte.
Tanpa dukungan Renzi, pemerintah mayoritas tipis yang nyaris tidak dapat dikelola, berubah menjadi pemerintahan minoritas yang lumpuh.
Baca juga: 3 Hakim yang Awasi Sidang 355 Anggota Mafia Italia Minta Mundur
Conte pekan lalu lolos dari mosi tidak percaya, tetapi hanya karena partai Renzi abstain dari berpartisipasi.
Keberhasilannya melewati 2,5 tahun menjabat sebagai perdana menteri sendiri adalah suatu kejutan.
Dia dipilih begitu saja, sebagai pengacara tanpa pengalaman politik, untuk memimpin koalisi populis sebelumnya yang didominasi oleh retorika oleh sayap kanan.
Ketika pemerintahan itu pecah, Conte tetap bertahan, kali ini untuk memimpin pemerintahan pro-Eropa. Partainya secara eksplisit mencoba untuk mencegah pemilihan dan menjauhkan sayap kanan dari kekuasaan.
Orsina menyebut Conte "seorang navigator, sosok yang sangat mudah beradaptasi." Seseorang yang dapat mengubah dirinya untuk pemerintahan yang berbeda, karena Conte dinilai tidak memiliki ideologi politik yang jelas.
Pemerintah Italia berikutnya - dan pemimpin - akan diputuskan dalam beberapa hari dan minggu mendatang.
Presiden Mattarella, yang memiliki kekuasaan konstitusional yang luas selama periode krisis politik, mengawasi negosiasi.
Baca juga: 500 Kerabat Korban Virus Corona di Italia Gugat Pemerintah Rp 1,7 Triliun
Dua partai sayap kanan utama, League and Brothers of Italy, yang bersama-sama mendapat dukungan dari sekitar 40 persen orang Italia, mengatakan satu-satunya solusi adalah kembali ke tempat pemungutan suara.
Partai-partai kecil tampak lebih terbuka terhadap kesepakatan yang menghindari pemilihan waktu pandemi.
Mantan perdana menteri Silvio Berlusconi, sekarang pemimpin Forza Italia, mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Senin bahwa selain pemilihan, satu-satunya jalan adalah "pemerintahan baru yang mewakili kesatuan substansial negara dalam keadaan darurat."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.