Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 "Kejahatan" yang Bisa Membuat Donald Trump Dijebloskan ke Penjara

Kompas.com - 18/01/2021, 17:04 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Masa jabatan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (As) tinggal dua hari lagi.

Jelang statusnya yang bakal menjadi rakyat biasa setelah meninggalkan Gedung Putih, dia bisa terjerat kasus pidana.

Peraturan di AS memang menyebutkan, seorang mantan presiden bisa kebal dari tuntutan hukum untuk melindunginya dari kriminalisai politik.

Baca juga: Trump Berniat Ampuni Dirinya Sendiri Jelang Lengser sebagai Presiden AS

Namun, banyak yang percaya presiden 74 tahun itu seharusnya bisa diproses, jika dia melanggar aturan setelah tak lagi jadi presiden AS.

Dilansir Daily Mirror Minggu (17/1/2021), berikut 10 "kejahatan" Trump yang berpotensi membuat Trump dijebloskan ke penjara.

1. Menghambat proses hukum

Laporan Penyelidik Khusus Robert Mueller menyatakan, si presiden diyakini beberapa kali menghambat proses hukum terkait intervensi Rusia di Pilpres AS 2016.

Salah satunya adalah menekan mantan Direktur Badan Penyelidik Federal (FBI), James Comey, untuk menggugurkan investigasi eks penasihatnya, Michael Flyn.

Namun, Mueller dan timnya sadar, Kementerian Hukum AS tidak bisa memproses tuntutan hukum presiden yang tengah menjabat.

Presiden dari Partai Republik itu berkilah sudah menghambat proses hukum, dan menyebut investigasi terhadap dirinya "perburuan penyihir".

Tetapi, Joe Biden yang bakal menggantikannya 20 Januari diyakini bisa mengaktifkan kembali kasus pendahulunya itu.

Baca juga: Eks Pengacara Trump Beberkan Bukti Intervensi Rusia dalam Pilpres 2016

2. Gugatan soal Pilpres AS

Di hari-hari terakhir jabatannya, Trump yang masih mengeklaim menang dalam Pilpres AS 2020 bisa mendapatkan dakwaan.

Di antaranya adalah beredar rekaman Trump meminta pemerintah Negara Bagian Georgia untuk "mencari suara" yang bisa memenangkannya.

Kemudian pada 6 Januari, dia menyerukan kepada para pendukungnya untuk datang ke Gedung Capitol, saat Kongres AS mengesahkan kemenangan Biden.

Ratusan pasukan Garda Nasional berada di dalam Pusat Pengunjung Capitol untuk memperkuat keamanan Gedung Capitol di Washington DC, Rabu (13/1/2021). DPR AS sedang mengejar artikel pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump atas perannya dalam menghasut massa untuk menyerbu Gedung Capitol pekan lalu.AP PHOTO/J SCOTT APPLEWHITE Ratusan pasukan Garda Nasional berada di dalam Pusat Pengunjung Capitol untuk memperkuat keamanan Gedung Capitol di Washington DC, Rabu (13/1/2021). DPR AS sedang mengejar artikel pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump atas perannya dalam menghasut massa untuk menyerbu Gedung Capitol pekan lalu.

Demo tersebut berubah rusuh, dengan massa pendukung Trump bentrok melawan polisi di Capitol, dan menyebabkan lima orang tewas.

Sejumlah pakar hukum menyatakan perbuatan taipan real estat itu bisa membuatnya banjir tuntutan dari masyarakat sipil.

Baca juga: Bocor ke Publik, Ini Kata Trump di Telepon Saat Minta Suara Pilpres AS di Georgia

3. Jaksa Penuntut Manhattan

Mantan pengacara presiden, Michael Cohen, pada 2018 sempat mengaku bersalah dalam dakwaan pelanggaran finansial kampanye.

Cohen mengakui sudah membayar bintang porno Stormy Daniels, yang mengaku sudah berhubungan seks dengan Trump.

Saat itu, Cohen mengaku dirinya membayar Daniels 130.000 dollar AS, sekitar Rp 1,8 miliar, sebagai uang tutup mulut jelang Pilpres AS 2016.

Baca juga: Pengacara Trump Akui Bayar Rp 1 Miliar ke Aktris Porno

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com