Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo Virus Corona di Swiss, Ini yang Jadi Orasi Demonstran

Kompas.com - 10/01/2021, 16:20 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ZURICH, KOMPAS.com - Jika ada negara demokratis di dunia, Swiss salah satunya. Kendati berisiko memperburuk pandemi wabah Covid-19, unjuk rasa di negeri banyak gunung dan sapi ini tetap diizinkan.

Setidaknya terlihat di depan balai kota Provinsi Schwyz, Swiss Tengah, Sabtu (9/1/2021). Meski dijadwalkan berlangsung jelang sore, tepatnya mulai pukul 17.00, sejak pukul 14.30 sudah berdatangan calon demonstran ke provinsi yang mengeklaim sebagai Swiss Asli ini.

"Schwyz sudah penuh, silahkan ke tempat lain,“ tulis panitia pelaksana demo, dalam websitenya. Penuh itu artinya sudah memenuhi kuota, yakni 400 peserta, sebagaimana yang diizinkan Polda Schwyz.

Baca juga: Trump Berniat Kerahkan Tentara untuk Lindungi Pendukung Saat Demo di Capitol

Dan tempat lain itu berupa tiga titik di Altdorf (Uri), Stans (Nidwalden) dan Sarnen (Obwalden). Di ketiga tempat itu, panitia mengarahkan massa.

Ada tiga layar besar menayangkan live streaming di Altdorf, Stans dan Sarnen. Massa yang tidak bisa datang ke Svhwyz, tetap bisa mendengarkan orasi dari beberapa tokoh demonstrasi.

Hanya saja, isi orasi, lebih banyak menyoroti kebijakan pemerintah federal Swiss dalam politik Corona, yang dianggap terlalu otoriter.

"700 tahun lalu kita pernah memerdekan diri dari tirani asing, sekarang hak untuk bebicara yang diperjuangkan nenek moyang kita, tidak bisa dirampas begitu saja. Itu yang harus tetap dijaga,“ teriak salah satu pembicara.

Demonstrasi menentang kebijakan penanganan virus corona di Swiss dipelopori tokoh yang berafiliasi dengan partai kanan, SVP.

Meski menyatakan tidak mengatasnamakan partainya, kelompok ini membawa nuansa sentimen nasionalisme.

Baca juga: Video Viral, Ada Bendera India di Demo Pendukung Trump di Capitol

Antara lain, mengaku akan meneruskan kebebasan yang diperjuangkan pahlawan Swiss 700 tahun silam. Juga, empat lokasi yang dipilih, merupakan kawasan yang dulunya merintis kemerdekaan Swiss dari tirani Austria, 700 tahun silam.

Meskipun mendapatkan izin, demonstrasi yang bernama Aktionbündnis Urkanton ini mendapatkan banyak pembatasan.

Peserta maksimal 400 orang, bermasker, dan berjarak 1,5 meter. Pembicara yang semula juga diwajibkan menggunakan masker, setelah mendapatkan protes dari panitia, akhirnya bisa berorasi tanpa masker.

Di lapangan, peraturan dari Pemda Schwyz banyak dilanggar. Jaga jarak 1,5 meter, tidak selalu ditepati. Pemakaian masker juga tidak dilakukan semestinya. Ada yang memakai masker dengan betul, ada yang tidak.

Baca juga: Bagaimana Rasanya Disuntik Vaksin Covid-19? Berikut Penuturan Kontributor Kompas.com di Swiss

Akibat pembatasan peserta inilah, maka diadakan live streaming di Altdorf, Stans dan Sarnen. Namun demikian, tetap saja di ketiga tempat itu juga dibatasi 400 orang.

Pengetatan ini terjadi setelah November silam, di alun alun kota Lachen, Schwyz, berlangsung demo serupa yang dikunjungi 1000 orang, tanpa masker dan tanpa menjaga jarak.

Di kota besar Swiss lainnya, juga mulai marak unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah konfederasi Swiss dalam menangani pandemi Corona. Bern dan Zurich melakukannya sebulan silam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com